Suasana Rapat Paripurna DPR RI Ke-6 Masa Persidangan Tahun Sidang 2020 – 2021 (Youtube.com/DPR RI)
RUU Cipta Kerja telah memasuki tahap final pada Senin, (28/9/2020). Sebanyak kurang lebih 7.000 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada RUU ini telah dibahas. Pembahasan pada Senin malam dan dilanjutkan ke pembahasan tingkat I pada Sabtu (3/10/2020).
Meski telah sepakat menghapus dua klaster, namun klaster yang paling banyak diperdebatkan, yakni klaster ketenagakerjaan, tetap dipertahankan. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya tidak dapat meloloskan penghapusan klaster ketenagakerjaan yang paling banyak mendapatkan kritik publik tersebut.
Dia mengaku sudah berusaha untuk menjembatani dua kepentingan besar yang berseberangan terkait klaster tersebut. “Dinamikanya begitu tinggi, luar biasa ketegangan kami hadapi," kata Supratman.
Ada sejumlah poin yang masih diperdebatkan alot oleh anggota fraksi-fraksi dalam Dewan dari klaster tersebut. Ada tujuh poin utama yang menjadi perdebatan.
Upah Minimum
Dalam RUU Cipta Kerja upah minimum tidak dapat ditangguhkan, tidak seperti dalam UU Ketenagakerjaan selama ini. Dengan begitu, tidak ada lagi buruh yang boleh diberi gaji di bawah upah minimum. Kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas.
Sementara itu, ketentuan upah minimum sektoral akan dihilangkan dalam RUU Cipta Kerja. Meski demikian, DPR dan pemerintah sepakat tidak akan menghapus ketentuan terkait upah minimum provinsi maupun upah minimum kabupaten/kota. Hal tersebut disepakati dalam rapat kerja RUU Ciptaker pada Minggu, (27/9/2020) malam.
Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan, apabila skema pengupahan sektoral itu sudah terlanjur diberikan perusahaan, tidak boleh dicabut agar pekerja tidak mengalami degradasi pendapatan yang biasa diterima.
Pesangon dan JKP
Aturan tentang pesangon saat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 32 kali upah dinilai memberatkan pelaku usaha. Aturan ini dinilai mengurangi minat investor untuk berinvestasi sehingga dalam omnibus law ini pemerintah mengubah konsepnya.
Pemerintah akan memperkenalkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JPK) di RUU Cipta Kerja. Dalam UU Ketenagakerjaan, konsep jaminan seperti ini tidak diatur.
Tenaga Kerja Asing
Pada Pasal 42 RUU Cipta Kerja, tenaga kerja asing (TKA) diperbolehkan bekerja di Indonesia, tanpa pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dari pemerintah pusat. Kemudahan RPTKA ini bagi TKA ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu.
Selama ini, dalam UU Ketenagakerjaan, RPTKA wajib bagi semua TKA. Namun hal itu dinilai pemerintah dalam rangka percepatan persoalan tenaga kerja dalam keadaan mendesak. Ini dianggap penting dalam rangka percepatan menarik calon investor.
Pekerja Kontrak
Dalam RUU Cipta Kerja, pekerja kontrak yang berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap, baik soal upah maupun jaminan sosial. Hal ini tidak diatur sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan.
Dalam UU Ketenagakerjaan ada pula aturan yang melarang PKWT terus diperpanjang, sehingga pekerja akan terus menjadi pekerja kontrak tanpa batas. Dalam Pasal 59 Ayat 1 UU Ketenagakerjaan, disebutkan status PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu.
Aturan ini akan dihapus dalam RUU Cipta Kerja sehingga dikhawatirkan pekerja bisa terjebak status kontrak yang berkepanjangan.
Waktu Kerja
Dalam RUU Cipta Kerja, hanya ada ketentuan waktu kerja paling lama 8 jam per hari dan 40 jam per minggu. Tidak ada aturan tentang jumlah hari kerja.
Sebelumnya, dalam UU Ketenagakerjaan, waktu kerja yang ditetapkan ialah 7 jam per hari atau 40 jam per minggu, untuk sistem 6 hari kerja. Sedangkan untuk sistem 5 hari kerja, waktu kerja per hari, 8 jam atau 40 jam per minggu.
Outsourcing
Dalam RUU Cipta Kerja, perusahaan penyedia jasa outsourcing wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya, baik sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap. Hal ini belum diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb