Jakarta, IDN Times - Sri Lanka saat ini sedang berjibaku menghadapi krisis ekonomi terparah dalam sejarahnya.
Di bawah Presiden Ranil Wickremesinghe, yang menggantikan Gotabaya Rajapaksa karena mengundurkan diri pada Juni tahun lalu, Sri Lanka mulai berbenah untuk menyelesaikan krisis ekonomi dan mengurangi beban utangnya.
Wickremesinghe pun mengajukan proposal guna mengurangi utang negara sebesar 17 miliar dolar AS (sekitar Rp249,5 triliun) melalui restrukturisasi. Proposal tersebut akhirnya disetujui oleh parlemen Sri Lanka pada Jumat (28/4/2023), di mana pihaknya mendukung implementasi program Dana Moneter Internasional (IMF) dengan jangka waktu empat tahun, AP News melaporkan.
Persetujuan proposal itu juga akan menentukan bagaimana ekonomi negara Asia Selatan tersebut akan dikelola di tahun-tahun mendatang. Restrukturisasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari dana talangan, negosiasi ulang persyaratan pinjaman, hingga penghapusan atau pengurangan jumlah pinjaman.