Dok. Kopi Citra Meulawi Puncak Gayo
Kebijakan PSBB yang dicanangkan oleh pemerintah guna menekan angka penyebaran COVID-19 berpengaruh pada penurunan omzet bisnis Annisa. Bila semula jumlah omzetnya berada pada angka 40 juta, ia sempat harus menelan kerugian sebesar 70%. Hal ini disebabkan oleh menurunnya permintaan di pasar.
“Para pekerja pabrik, mahasiswa, dan wisatawan yang datang ke kota Lhokseumawe merupakan konsumen terstrategis kami. Nah, ketika pandemik tiba di Indonesia, para pekerja pabrik yang berasal dari berbagai daerah ini kembali ke daerahnya masing-masing, banyak pula mahasiswa yang sudah pulang karena kebijakan belajar dari rumah, wisatawan juga tentu enggan bepergian ke luar daerah. Akhirnya, permintaan pun menurun,” ungkap Annisa.
Melewati berbagai tantangan, dirinya memutuskan untuk terus berinovasi: menjadikan kopinya produk siap minum dan mengolahnya menjadi masker dan scrub tubuh. “Untuk terus bertahan, saya mencari pinjaman dan menjual kue lebaran. Hasil berjualan saya gunakan untuk mencoba ciptakan produk lain, meski tentu pendapatan dari produk-produk baru ini belum seberapa,” ceritanya.
“Pada suatu momen, saya menyadari bahwa mayoritas konsumen saya adalah laki-laki. Berhubung saya sering menggunakan bubuk kopi untuk masker dan luluran, akhirnya muncullah ide untuk membuat masker kopi yang terbuat dari 100% kopi asli tanpa bahan kimia. Dengan begini, kopi tak hanya dicintai oleh laki-laki, tapi juga oleh para perempuan,” ia mengimbuhkan.
Seiring dengan itu, Annisa juga berpartisipasi dengan gerakan Bangga Buatan Indonesia yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Ingin mencoba memperluas pasarnya menggunakan platform digital, dirinya mengakui bahwa berjualan secara online memang sungguh-sungguh menolongnya di kala pandemik. “Sangat berpengaruh, ya. Jual-beli secara online tidak perlu bertemu secara langsung, jadi lebih digemari konsumen karena mereka pun merasa lebih aman.”