Menteri BUMN Erick Thohir (Dok. IDN Times)
Sebagai bukti keseriusan dalam merealisasikan IPO BUMN tersebut, Erick mengaku telah menjadikan Tiongkok sebagai tolok ukur. Hal itu didasari dari fakta bahwa setidaknya ada 50 BUMN Tiongkok yang berhasil go publik atau IPO.
"Kita beranikan diri studi banding ke China, bahkan kita ada komitmen per tahun untuk meeting dan benchmarking," imbuh dia.
Erick menambahkan, IPO ini diperlukan bagi BUMN untuk bisa menjadi perusahaan raksasa secara global. Jika itu tidak dilakukan, maka upaya Erick melakukan pengecilan jumlah BUMN menjadi sia-sia.
"BUMN ini harus bisa bangun dari tidur, harus menjadi raksasa yang bisa bersaing karena percuma kita downsizing dari 143 menjadi 41 tetapi tetap kecil," sambungnya.
Di sisi lain, Erick pun ingin agar BUMN yang masuk dalam Forbes Global World's Largest Public Companies asal Indonesia bertambah mengingat saat ini BRI, Mandiri, BNI, dan Telkom.
"Kita mau semua BUMN sustain di pasar terbuka, apakah industri pertahanan, pangan, semen, dan lain-lainnya sehingga harus bisa berkompetisi secara terbuka karena ini penting menjaga backbone kita. Kita tidak mau BUMN tergerus bahkan bubar akibat persaingan yang terbuka, kalau kita sekarang punya 4 kenapa kita tidak punya 10 ke depannya," terang dia.