ilustrasi pengangguran (pexels.com/Ron Lach)
Menurut Anindya, tingginya pengangguran pada generasi muda menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan industri dengan kualitas tenaga kerja. Generasi muda, yang seharusnya menjadi motor pertumbuhan ekonomi, justru belum terserap secara optimal di pasar kerja.
Selain persoalan pengangguran, Anindya juga menyoroti rasio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia, yang masih berada di level 6,3 lebih tinggi dibanding negara tetangga seperti Vietnam (4,6), Thailand (4,4), dan Malaysia. ICOR sendiri mengukur seberapa efisien setiap dolar investasi menghasilkan output ekonomi.
“Tingginya rasio ICOR menunjukkan perlunya perbaikan regulasi dan birokrasi agar investasi lebih produktif. Saat ini, rasio ini masih tinggi di level 6,3, menunjukkan bahwa efisiensi investasi kita bisa lebih ditingkatkan,” ujarnya.
Di tengah tantangan tersebut, Anindya menegaskan bahwa misi utama Kadin saat ini adalah memperluas lapangan kerja sebagai fondasi pertumbuhan jangka panjang. Dengan sejumlah indikator makro yang positif pertumbuhan ekonomi 5,04 persen, inflasi 2,86 persen, serta surplus perdagangan lebih dari USD 1 miliar per bulan—Kadin menilai saatnya fokus bergeser ke penguatan sektor mikro.
“Angka-angka makro sudah menunjukkan arah yang benar. Sekarang fokus Kadin adalah pada penguatan mikroekonomi. Kami optimis, di pemerintahan Pak Prabowo dan Wakil Presiden Gibran, kita mampu mencapai pertumbuhan hingga 8 persen,” ujarnya.