Ilustrasi hewan ternak sapi (IDN Times/Alfi Ramadana)
Juan menyampaikan, industri susu di Indonesia tidak bisa berjalan lantaran biaya impor lebih murah ketimbang memproduksinya di negeri sendiri. Dia mencontohkan, Brasil bisa jadi salah satu produsen sapi potong terbesar di dunia karena peternaknya dibiayai pemerintah.
"Dijaga dia punya pertumbuhannya. Sehingga, ke pasar begitu populasinya meningkat menjadi 200 juta populasi, dia sudah menguasai dunia. Kalau sapi perah kita lihat New Zealand, itu juga begitu," ucapnya.
Lebih lanjut, agar peternakan sapi di tanah air dapat berjalan, Juan mendorong pemerintah menerapkan konsep Public Private Partnership (PPP). Tetapi, konsep ini kata dia, tidak pernah sukses. Hal ini karena pemerintah selalu membuat kebijakan yang implementasinya tidak didukung dengan lembaga keuangan.
"Karena mereka tidak bisa membagi kepentingan private, kepentingan publik, dan kepentingan pemerintah. Gak bisa berpartner jadinya. Yang impor BUMN, duitin pengusaha. Begitu (bagi) keuntungan, pihak BUMN jauh lebih besar. Nah, itu yang gak pernah ketemu," kata dia.
Juan menambahkan, Indonesia sendiri telah mengimpor 370 ribu ton daging sapi dengan kebutuhan konsumsi sekitar 650 ribu ton daging. Namun, karena adanya PSBB, konsumsi daging sapi menurun sekitar 30 persen.
"Yang makan daging sapi pindah ke daging ayam. Yang biasa memelihara sapi pindah ke memelihara kambing dan domba. Sehingga, kalau pengusahanya tidak mempertahankan ini, tidak ada jalan lain. Makanya, perlu Public Private Privacy," tutur Juan.