Jakarta, IDN Times - Kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan dinilai dapat menekan penerimaan negara. Selain itu, kebijakan dalam beleid baru itu juga mengancam pertumbuhan ekonomi nasional yang ditargetkan oleh pemerintahan baru.
Subdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ari Kusuma mengatakan, dari empat pilar dalam penyusunan kebijakan produksi hasil tembakau, ekosistem pertembakauan di Indonesia harus diperhatikan secara keseluruhan.
Hal itu lantaran peran dari tembakau tidak main-main sebab, cukai hasil tembakau (CHT) menyumbang sekitar 12,2 persen dari total keseluruhan penerimaan pajak negara. Menurutnya, nilai tersebut cukup besar jika dilihat kontribusinya dari satu sektor saja.
“Dengan begitu, sektor ini harus diperhitungkan ketika membuat kebijakan dan perlu melibatkan banyak pihak, tidak bisa hanya melihat dari satu sisi saja,” ujar Ari dalam diskusi publik Institute for Development of Economics and Finance (Indef) bertajuk "Industri Tembakau Suram, Penerimaan Negara Muram" di Jakarta, dikutip Selasa (24/9/2024).