Ilustrasi kemiskinan (ANTARA/Aprilio Akbar)
Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, mengapresiasi pencapaian pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Tetapi perlu dicatat bahwa perhitungan yang dilakukan oleh Bank Dunia masih menggunakan asumsi Purchasing Power Parity (PPP) sebesar 1,9 dolar AS per kapita per hari.
"Sedangkan saat ini World Bank sudah menggunakan asumsi PPP sebesar 2,15 dolar AS per kapita per hari, jika menggunakan asumsi terbaru tentu angka kemiskinan ekstrem kita bertambah" tutur Anis.
Dengan demikian, ia berharap pemerintah lebih responsif dan menyiapkan program pengentasan kemiskinan ekstrem dengan fokus dan tepat sasaran. Sehingga fokusnya tetap mencakup rumah tangga yang secara ekonomi tidak aman dan rentan jatuh kembali ke dalam kemiskinan.
Bank Dunia sendiri telah menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle-income class) dari 3,20 dolar AS menjadi 3,65 dolar AS per orang per hari.
"Sekiranya batas kelas penghasilan menengah bawah dinaikkan seperti saran Bank Dunia dari 3,2 dolar AS menjadi 3,65 dolar AS per kapita per hari, maka akan terlihat penduduk sangat rentan secara ekonomi, apabila terjadi guncangan seperti pandemi atau kondisi ekonomi lainnya, mereka dengan cepat jatuh dibawah garis kemiskinan" ujarnya.
Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 telah ditetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7 persen hingga 6,5 persen, atau 18,34 juta sampai 19,75 juta penduduk pada akhir tahun 2024.
"Per September 2022, BPS mencatat jumlah penduduk miskin mencapai sebesar 26,36 juta atau 9,57 persen artinya masih jauh dari target 7 persen. Bahkan angka kemiskinan di 14 provinsi masih berada di atas rata-rata nasional. Saya mengingatkan, di lapangan program-program pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, bahkan data yg digunakan banyak yang kurang tepat sasaran. Sementara disisi lain kita ketahui bahwa target Pemerintah sangat ambisius," tutupnya.