Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi sawah (IDN Times/Rochmanudin)

Jakarta, IDN Times - “Tanah kita sakit,” ucap Sucipto, petani asal Kabupaten Jember, Jawa Timur. Menurutnya, kondisi itu dihadapi petani saat ini.

Di tengah upaya pemerintah membuat pupuk lebih terjangkau bagi petani, baik dari sisi harga dan ketersediaan, Sucipto melihat ada masalah lain yang harus segera ditangani. Masalah itu adalah keberlangsungan sektor pertanian, yang juga artinya keberlangsungan bagi mata pencahariannya, dan juga masyarakat di sekitarnya.

Sucipto adalah salah satu petani yang tergabung dalam Program Makmur PT Pupuk Indonesia (Persero). Dari program Makmur, Sucipto juga dapat mengikuti pendampingan Agrosolution. Ada salah satu pelajaran penting yang dia peroleh dari Agrosolution, yakni keberlanjutan (sustainability).

Untuk mencapai kemandirian dan ketahanan pangan yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, semua pihak harus memastikan keberlangsungan sektor pertanian, yang dapat dicapai dengan menerapkan aspek keberlanjutan di sawah.

“Sekarang tanah kita kan sakit, maka untuk pembenahan tanah ini sangat perlu kita perhatikan,” kata Sucipto saat dihubungi IDN Times, Kamis (27/2025).

Meski keberlanjutan adalah pekerjaan rumah (PR) semua pihak, namun Sucipto tak mau menunggu dalam penerapannya. Sebagai petani, menurutnya langkah yang bisa dilakukan untuk ‘menyembuhkan’ sawah yang sakit adalah menggunakan pupuk yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya pupuk nonsubsidi yang diproduksi Pupuk Indonesia.

“Sekarang temanya dari Agrosolution itu pertanian berkelanjutan. Jadi kita tidak ketergantungan kepada pupuk kimia,” ujar Sucipto.

Dari program itu, Sucipto mengenal pupuk-pupuk ramah lingkungan seperti Urea nonsubsidi Granul Cap Daun Buah, Urea Nitrea, NPK Pelangi 20-10-10, dan NPK Pelangi 16-16-16.

Para petani Makmur di Jember juga mempelajari cara membuat pupuk kompos, sampai pembuatan pupuk organik cair (POC). “Kita latihan yang namanya pembuatan kompos, sampai pembuatan POC,” ucap dia.

Sucipto mengatakan, Agrosolution tak hanya mendorong penerapan konsep keberlanjutan, tapi juga berhasil meningkatkan produksi padi. Dengan menggunakan pupuk yang lebih ramah lingkungan, tingkat produksinya meningkat lebih dari 40 persen.

"Jadi dulu kami sebelum ada pendampingan Agrosolution 7 ton per hektare, sekarang meningkat 9-10 ton per hektare," ujar Sucipto.

Program Makmur PT Pupuk Indonesia (Persero). (dok. Pupuk Indonesia)

Keberhasilan penerapan aspek keberlanjutan dari program Agrosolution tak hanya diraih petani Makmur di Jember, tapi juga petani Makmur di wilayah Sumatra.

VP Humas PT Pusri Palembang, Soerjo Hartono mengatakan Agrosolution berhasil meningkatkan produktivitas pada komoditas pertanian dan perkebunan yang diimplementasikan di beberapa wilayah, di antaranya Sumatra Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Riau, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. 

"Komoditas yang menjadi fokus PT Pusri Palembang dalam program ini mulai dari padi, jagung, kelapa sawit, singkong, kopi, lada, kakao tebu dan semangka," tutur Soerjo dikutip dari situs resmi Pupuk Indonesia.

Masih terkait program itu, anak usaha Pupuk Indonesia tersebut juga terus melaksanakan sosialisasi program Agrosolution kepada petani-petani Indonesia, sebagai bentuk kontribusi dan dukungan terhadap program ketahanan pangan nasional.

"Melalui program agrosolution, petani yang terlibat diberikan pendampingan intensif mengenai budidaya tanaman, aplikasi teknologi pertanian mutakhir, akses permodalan dan offtake hasil panen yang dilakukan oleh stakeholder," ujar Soerjo.

Soerjo mengatakan, dalam menghadapi kebijakan pupuk bersubsidi yang dinamis dan kecenderungan petani yang bergantung pada pupuk bersubsidi, Agrosolution adalah alternatif terbaik.  

Selain latihan dalam menerapkan aspek keberlanjutan, petani program Agrosolution juga diberikan beragam fasilitas penunjang kegiatan budidaya pertanian, di antaranya Farm Field Day, pengujian sampel tanah dan rekomendasi dosis pemupukan, pengawalan dan monitoring program secara berkala, digitalisasi pertanian melalui aplikasi i-Farms, Demplot (Demonstration Plot), dan sekolah Tani.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi dalam Conference of the Parties (COP) UN Climate Change Conference ke-29 (COP29) di Azerbaijan. (dok. Pupuk Indonesia)

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi mengatakan keberlanjutan telah menjadi fokus perusahaan saat ini, dan seterusnya.Hal itu bahkan diungkapkan di hadapan dunia sebagai komitmen Pupuk Indonesia.

Dalam Conference of the Parties (COP) UN Climate Change Conference ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada pertengahan November 2024 lalu, Rahmad mengenalkan proyek Proyek GAIA (Green Ammonia Initiative from Aceh). Proyek itu akan menjadi fasilitas hybrid green ammonia pertama di dunia, yang akan memproduksi bahan baku pupuk ramah lingkungan.

"Proyek GAIA bukan hanya upaya meningkatkan efisiensi penggunaan aset yang ada, namun juga inovasi kami dalam menciptakan solusi berkelanjutan yang berdampak positif bagi lingkungan, perekonomian, bahkan mendukung ketahanan pangan dan energi," kata Rahmad.

Rahmad mengatakan, apabila amonia hijau dapat diproduksi secara konsisten, Indonesia berpotensi menjadikannya sebagai komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi seiring meningkatnya permintaan global. Selain tentunya mendukung pencapaian target emisi nol bersih atau Net Zero Emission (NZE) Indonesia pada 2060.

Untuk merealisasikannya, Pupuk Indonesia bekerja sama dengan dua perusahaan asal Jepang, Toyo Engineering Corporation dan ITOCHU Corporation, dalam sebuah joint venture (JV) yang mendukung rantai nilai produksi dan distribusi amonia hijau.

Rahmad mengatakan, dengan menggabungkan keahlian dari berbagai negara, Project GAIA diharapkan dapat menjadi solusi energi bersih yang berdampak positif secara global, dan memperkuat posisi Indonesia dalam peta transisi energi hijau dunia.

“Melalui Project GAIA, Pupuk Indonesia berada di garis terdepan inovasi teknologi rendah karbon. Inisiatif ini tak hanya menjadi milestone bagi dekarbonisasi industri pupuk nasional, tetapi juga berpotensi menjadi model bagi negara lain yang ingin mengembangkan green ammonia,” ucap Rahmad.

Editorial Team