Siar dengan bengkel motor custom-nya (IDN Times/Indah Permata Sari)
Setelah berhasil bangkit dari peristiwa nahas tersebut, di tahun 2008 Tonny mengamati banyak terjadinya pengurangan karyawan, dan memutuskan menjadi seorang pengamen, terlepas dari keterbatasan fisiknya kini. “Ketika ngamen, saya merasa nyaman,” kenang Tonny.
Suatu hari, ia menemukan brosur yang menjual motor dengan harga murah. “Di situ saya pikir, sudah pasti angkutan umum bakal hilang. Apa yang musti saya kerjakan?,” pikirnya.
Ia kemudian beralih haluan menjadi pedagang suku cadang motor. Dengan gigih ia naik-turun kereta, memanggul dan menjajakan onderdil dari bengkel ke bengkel yang ada di sekitar stasiun.
Ketika di 2014 mulai bermunculan kompetitor importir yang mendatangkan suku cadang langsung dari negara-negara produsen dengan harga yang lebih murah, Tonny menghitung ada sekitar Rp40 juta total nilai stok usahanya yang tidak terjual. Modal yang dimilikinya hanya tersisa Rp1,2 juta.
“Tapi saya pikir ya sudah lah, saya coba. Dulu juga pas waktu pengamen juga bisa kok. Masa sekarang saya sudah punya motor, saya gak bisa?” katanya.