Para buruh PT San Xiong Steel Indonesia menggelar aksi demostrasi di kantor Disnaker Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga menegaskan UU Cipta Kerja tidak akan mempermudah perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan. Dia berjanji, UU itu akan memberikan perlindungan kepada karyawan.
"Apakah perusahaan bisa PHK kapan pun secara sepihak, tidak benar. Yang benar perusahaan tidak bisa PHK secara sepihak,” ucap Jokowi.
Dalam UU tersebut, ada 5 poin dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah, yang dinilai merugikan buruh.
Pertama, pasal 59 dalam UU 13/2003 yang diubah menjadi pasal 81 nomor 15 dalam UU Cipta Kerja, sehingga perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak dibatasi periode dan batas waktu kontrak.
Kedua, UU Cipta Kerja tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya (outsourcing). Ketentuan ini dinilai memperluas praktik outsourcing.
Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau terlepas dari kegiatan produksi.
Ketiga, terkait waktu kerja, yakni batasan maksimal jam lembur, dari 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam sepekan, menjadi 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.
Keempat, hak cuti dan istirahat juga dinilai berkurang, karena pekerja hanya mendapat istirahat sebanyak satu kali dalam sepekan.
Kelima, UU Cipta Kerja dianggap mempermudah PHK, karena pada pasal 81 nomor 42, PHK dapat dilakukan karena pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 bulan.