Logo baru Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terpasang di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Setelah membentuk perusahaan kerja sama, yakni PT Kiniku Bintang Raya KSO, Budiman langsung bergerak cepat untuk mencari kontraktor utamanya. Budiman kemudian berniat menggaet Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena ingin Bukit Algoritma dapat memberi pemasukan untuk negara.
Beberapa BUMN Karya, seperti Waskita Karya dan Hutama Karya pun dijajaki Budiman untuk dijadikan sebagai kontraktor utama. Namun, pilihan akhirnya justru jatuh ke PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA.
"Amarta Karya memang perusahaan konstruksi yang tak sebesar Waskita Karya dan karya-karya yang lain, tapi kalau dilihat cukup sehat, cukup baik sehingga kita kemudian berpikir ya sudah kita kasih kontraktornya ke mereka," terang Budiman.
Budiman pun mengklaim jika dirinya tidak berhubungan langsung dengan Kementerian BUMN, melainkan langsung ke perusahaan BUMN konstruksi untuk menggarap proyek Bukit Algoritma ini.
"Pendekatan langsung ke BUMN, tidak lewat kementerian karena ini kan bisnis biasa, bukan proyek APBN. Jadi kita punya keleluasaan untuk memilih mana yang menurut kami paling pas," imbuhnya.
Budiman juga menegaskan, anggaran untuk pembangunan tahap pertama selama tiga tahun sebesar Rp18 triliun yang diberikan ke AMKA benar datang dari investor, baik dalam maupun luar negeri sehingga tidak menggunakan dana dari BUMN atau APBN sepeserpun.
"Pure betul (dari investor), datangnya nanti bertahap 1 miliar euro itu, tidak langsung semua karena kan untuk tahap pertama selama tiga tahun," tambah dia.
Terkait keterlibatan BUMN lebih jauh dalam proyek Bukit Algoritma ini, IDN Times coba menghubungi Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, tetapi belum mendapatkan tanggapan sampai berita ini diturunkan.
Sekadar informasi, PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA merupakan BUMN di bidang konstruksi yang telah ada sejak 1960. Cikal bakal AMKA merupakan perusahaan konstruksi baja dengan nama Robbe Linde & Co.
Pada 1962, perusahaan tersebut dinasionalisaikan menjadi PN Amarta Karya dan bergerak di sektor usaha yang sama. Selang satu dekade kemudian atau tepatnya pada 1972, PN Amarta Karya ditransformasikan menjadi Perusahaan Perseoran (Persero).
Transformasi itu membuat Amarta Karya berekspansi dengan meluaskan cakupan bisnisnya ke konstruksi bidang pekerjaan sipil, listrik, dan mekanik, tetapi tetap tidak meninggalkan konstruksi baja sebagai bisnis inti sejak pertama berdiri.
Hingga kini, Amarta Karya pun menambah lini bisnisnya menjadi manufaktur, EPC, infrastruktur, dan juga gedung. Beberapa proyek yang tengah ditangani oleh AMKA di antaranya adalah Rusun Pulo Jahe Jakarta Timur, SPAM Wae Mese II, Perpanjangan Dermaga Pelabuhan Teluk Lamong, Jalan Pelindo III Surabaya, Tangki Pertaminan Cilacap, Gedung Olahraga UNJ, PLT Peusangan Aceh, Bandara Pattimura Ambon, Jembatan Tol Sigli Aceh, dan masih banyak lainnya.