Mengenal tentang Penggelapan dan Bentuk-Bentuknya

Praktik kecurangan, termasuk penggelapan aset, tidak dimungkiri dapat terjadi di perusahaan maupun instansi mana pun. Meski nilainya mungkin tidak mencapai jutaan, namun kegiatan tersebut tetap dapat dikategorikan sebagai pelanggaran norma hukum, yang dapat dijatuhi sanksi pidana.
Mungkin selama ini kamu mengira praktik penggelapan hanya terjadi di lingkungan organisasi besar. Namun, di lingkup keluarga pun dapat dijumpai praktik penggelapan harta kekayaan, dan hal tersebut diatur pula dalam KUHP, lho. Berikut selengkapnya.
1. Pengertian penggelapan
Penggelapan merupakan salah satu jenis penipuan, di mana orang yang menggelapkan memperoleh dan mengakui hak terhadap aset yang pada dasarnya adalah milik orang atau pihak lain. Kemudian, aset tersebut digunakan untuk hal-hal yang tidak seharusnya.
Menurut pasal 372 KUHP, yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah.
Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang/ uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.
2. Dasar hukum tentang penggelapan
Tindak Pidana Penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi,
"Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak Rp. 900..."
Penggelapan sering kali dikaitkan pada bentuk kejahatan kerah putih, di mana oknum menyalahgunakan suatu aset yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan pribadi. Namun, praktik penggelapan sebetulnya dapat ditemui di mana saja, bahkan di lingkup keluarga dan organisasi kecil sekalipun.
2. Bentuk-bentuk penggelapan
Merujuk pada Bab XXIV Pasal 372–377 KUHP, penggelapan dikelompokan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:
Penggelapan dalam bentuk pokok (Pasal 372 KUHP)
Merupakan penggelapan yang terdiri dari unsur: dengan sejata dan melawan hukun, mengaku sebagai milik sendiri, sesuatu barang, ada unsur kepemilikan orang lain, berada dalam kekuasaannya.
Penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP)
Disebut juga sebagai gepriviligeerde verduistering, yaitu tindak pidana penggelapan dengan unsur-unsur yang meringankan. Keringanan dipersyaratkan karena objek yang digelapkan adalah benda bukan ternak dan memiliki nilai tidak lebih dari Rp 250,-.
Penggelapan dengan pemberatan (Pasal 374 KUHP dan Pasal 375 KUHP)
Berdasarkan Pasal 374 KUHP, disebut sebagai penggelapan diperberat pertama karena hubungan antara penggelap dan benda yang digelapkan memiliki unsur yang memperberat yaitu dalam bentuk hubungan kerja, karena pencariannya, dan karena mendapatkan upah.
Sedangkan Pasal 375 KUHP, menyebutkan tentang penggelapan diperberat kedua. Di mana penggelapan dilakukan pada objek yang dititipkan, memiliki unsur-unsur khusus yang memberatkan, yaitu keberadaan benda objek penggelapan di dalam kekuasaan petindak dikarenakan terpaksa telah dititipkan; seorang wali, pengampu, atau pelaksana dari sebuah wasiat, dan seorang pengurus dari lembaga badan amal atas yayasan.
Penggelapan dalam kalangan keluarga (Pasal 376 KUHP)
Tindak penggelapan di lingkungan keluarga sedikit berbeda. Berdasarkan penafsiran Pasal 376 KUHP, anggota keluarga, baik itu istri, anak, hingga saudara sedarah atau semenda hanya dapat dituntut sebagai pelaku tindak pidana penggelapan adanya suatu pengaduan dari pihak yang dirugikan, yang masih terikat status keluarga.
Dalam hal tersebut, penggelapan di kalangan keluarga bukan termasuk dalam delik aduan, melainkan delik biasa. Di mana, delik aduan merupakan tindak pidana yang dapat dituntut tanpa memerlukan suatu pengaduan.
Namun, ada baiknya indikasi penggelapan di kalangan keluarga diupayakan untuk diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dulu. Sebab, penerapan sanksi pidana merupakan langkah terakhir dalam penegakan hukum, apabila penyelesaian secara kekeluargaan tidak menemui kata damai.