Menggunakan Permen sebagai Uang Kembalian, Boleh Tidak ya?

Pernahkah kamu berbelanja di sebuah toko dan uang kamu yang seharusnya kembali Rp3000 malah diganti dengan pecahan Rp2000 dan tiga butir permen? Apalagi bagi kamu seorang mahasiswa yang sering fotokopi bahan kuliah, pasti pernah merasakan uang kembalian yang kamu harapkan malah berubah bentuk menjadi beberapa butir permen. Saya terkadang heran, sejak kapan permen menjadi alat tukar di Indonesia. Fenomena menggunakan permen sebagai uang kembalian memang sedikit menggelitik.
Entah siapa yang menjadi pencetus dari penggunaan metode permen ini. Yang jelas saat ini penggunaan permen sebagai uang kembalian semakin marak terjadi terutama di toko-toko atau tempat fotokopi. Dan sebagai konsumen, tentu kita menjadi pihak yang dirugikan. Saat kita menerima permen sebagai kembalian tentu kita tidak bisa menggunakannya untuk transaksi lain.
Tentu saja kita pasti merasa kesal dengan ulah penjual yang seperti ini. Namun, di sisi lain kita merasa tak enak hati untuk menolak , menegur dan meminta kembalian dalam bentuk uang. Alhasil tidak ada jalan lain dan kita hanya bisa menerima beberapa butir permen tersebut sambil mengelus dada.
Sebenarnya menggunakan permen sebagai pengganti uang kembalian adalah hal yang tidak bisa diterima dan dibenarkan
Bahkan pelakunya bisa terancam hukum pidana dan masuk penjara. Memang hanya permen, namun hal tersebut tetap saja membuat konsumen tidak nyaman. Pernahkah kamu berpikir kalau si konsumen memang membutuhkan uang kembaliannya. Entah untuk membayar angkot, ditabung di celengan atau akan disumbangkan ke kotak amal di masjid. Dan yang lebih menyebalkannya lagi si penjual memaksa konsumen menerima permen tersebut.
Dengan dalih tidak punya uang receh dan kemudian melemparkan beberapa permen sambil berkata “Ganti permen saja ya, uang recehnya tidak ada” . Walaupun kesal terkadang kita merasa tak enak hati jika ingin menolak permen tersebut. Alasannya takut kalau sang empunya toko marah.