Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)
Menurut Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi sejauh ini belum ada urgensi menghapus Pertalite dan menggantikannya dengan Pertamax Green 92.
Ada tiga alasan yang dia sampaikan kenapa Pertamina sebaiknya tak buru-buru menghapus Pertalite. Pertama, karena harga BBM penggantinya, dalam hal ini Pertamax Green 92 pasti lebih mahal karena biaya produksinya lebih besar.
Jika nanti Pertamax Green 92 disubsidi pemerintah, itu akan membebani APBN. Sementara jika tidak disubsidi akan memicu inflasi.
"Ini akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan inflasi. Nah, peningkatan inflasi akan menurunkan daya beli, bisa menyebabkan harga-harga naik. Nah, menurut saya itu yang blunder karena beban kenaikan itu diberikan pada rakyat," tuturnya.
Alasan kedua, menggantikan Pertalite dengan Pertamax Green 92 untuk mengurangi polusi udara, juga kurang tepat karena kualitas BBM tersebut masih di bawah standar Euro 4.
"Jadi dalam standar Euro 4 itu yang memenuhi itu Pertamax Turbo (RON 98) atau RON 95. Nah, sehingga kebijakan itu, itu tidak banyak memberikan kontribusi dalam hal pengurangan polusi udara," ujar Fahmy.
Alasan terakhir, produk Pertamax Green 92 yang memanfaatkan campuran etanol membutuhkan kecukupan pasokan. Sayangnya, ketersediaannya di dalam negeri terbatas. Alhasil, produksi massal jenis BBM tersebut berpotensi menyebabkan meningkatnya impor etanol yang dapat menggerus devisa.
"Maka dengan tiga alasan tadi, tadi saya katakan bahwa kebijakan itu adalah kebijakan blunder," kata dia.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar dilakukan transisi dari Pertalite ke Pertamax Green 92 secara bertahap dengan menggunakan intervensi harga, sehingga selisih harganya tidak terlalu lebar. Dengan begitu, pengguna kendaraan pribadi akan pindah dengan sukarela.
"Tapi Pertalite-nya masih dipertahankan sampai 2 tahun misalnya. Ini sebenarnya Pertamina sudah menerapkan itu pada saat menghapus Premium, mau menghapus Premium diciptakanlah Pertalite sebagai bridging, sebagai jembatan dengan segi harga yang tidak begitu besar. Nah, kemudian konsumen Premium setelah 90 persen pindah ke Pertalite, Premiumnya dihapus tanpa ada gejolak. Nah, maksud saya adalah bertahap seperti itu," tambahnya.