Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Jepang (Toshihiro Oimatsu from Tokyo, Japan, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)
Bendera Jepang (Toshihiro Oimatsu from Tokyo, Japan, CC BY 2.0, via Wikimedia Commons)

Intinya sih...

  • Menteri Pertanian Jepang, Taku Etō mengundurkan diri setelah ucapannya soal beras memicu kemarahan publik di tengah krisis harga beras yang melonjak hampir dua kali lipat dalam setahun terakhir.
  • Mundurnya Etō memperbesar tekanan politik terhadap Perdana Menteri Ishiba yang tengah menghadapi penurunan tajam dalam tingkat kepuasan publik, dengan survei menunjukkan 87 persen warga Jepang kecewa terhadap penanganan pemerintah atas harga beras.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Menteri Pertanian (Mentan) Jepang, Taku Etō resmi mengundurkan diri dari jabatannya pada Rabu (21/5/2025), setelah ucapannya soal beras memicu kemarahan publik di Jepang. Dalam acara penggalangan dana, ia mengaku tidak pernah membeli beras karena selalu mendapat kiriman dari para pendukung.

Pernyataan itu dianggap tidak sensitif di tengah krisis harga beras yang melonjak hampir dua kali lipat dalam setahun terakhir. Etō akhirnya menyampaikan pengunduran diri langsung kepada Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba.

“Baru saja saya menyerahkan pengunduran diri kepada Perdana Menteri Ishiba,” kata Etō, dikutip dari The Guardian, Kamis (22/5/2025).

Ia menyebut komentarnya sebagai hal yang sangat tidak pantas di tengah perjuangan masyarakat menghadapi harga beras yang tinggi. Setelah pernyataan awal itu menuai reaksi keras, Etō menjelaskan, keluarganya tetap membeli beras jika stok pemberian sudah habis. Ia juga menyampaikan penyesalan mendalam atas ucapannya.

1. Tekanan terhadap Ishiba meningkat menjelang pemilu

ilustrasi pemilu (vecteezy.com/Oleg Gapeenko)

Mundurnya Etō memperbesar tekanan politik terhadap Perdana Menteri Ishiba yang tengah menghadapi penurunan tajam dalam tingkat kepuasan publik. Survei terbaru dari Kyodo menunjukkan 87 persen warga Jepang kecewa terhadap penanganan pemerintah atas harga beras. Tingkat persetujuan terhadap kabinet Ishiba pun anjlok ke titik terendah, yakni 27,4 persen, dikutip dari CNBC Internasional.

Kondisi ini mempersulit posisi koalisi yang dipimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) menjelang pemilu majelis tinggi pada Juli mendatang. LDP, yang selama ini mendominasi politik Jepang, makin sering dikritik karena gagal menanggulangi melonjaknya harga pangan dan energi. Ketidakpuasan publik terus tumbuh, terutama di kalangan rumah tangga berpenghasilan rendah yang paling terdampak inflasi.

Ishiba kini harus mengambil langkah cepat untuk membalikkan opini publik dan meredam kemarahan warga. Krisis ini disebut sebagai ujian besar bagi stabilitas pemerintahannya di tengah tantangan ekonomi yang makin kompleks.

2. Krisis beras dipicu gagal panen dan penimbunan besar-besaran

ilustrasi menimbun beras (pexels.com/cottonbro studio)

Lonjakan harga beras di Jepang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk cuaca panas ekstrem yang merusak panen sepanjang 2023. Kekhawatiran masyarakat meningkat tajam setelah muncul peringatan soal kemungkinan terjadinya megaquake pada 2024. Situasi itu memicu aksi borong massal, memperburuk kelangkaan pasokan.

Distributor dan grosir ikut memperkeruh keadaan dengan menimbun stok beras, mempersempit suplai di pasar. Harga eceran rata-rata untuk kemasan 5 kilogram mencetak rekor 4.268 yen atau setara Rp485 ribu pada pekan yang berakhir 11 Mei. Angka itu naik dari 4.214 yen di pekan sebelumnya, hampir dua kali lipat dari harga setahun lalu.

Pasar beras Jepang selama ini relatif tertutup karena ketergantungan pada produksi dalam negeri dan tarif impor yang tinggi. Namun, lonjakan permintaan akibat meningkatnya wisatawan membuat ketegangan pasokan semakin terasa. Ketahanan pangan Jepang pun goyah karena pasokan lokal tak mampu mengikuti lonjakan permintaan.

3. Pemerintah keluarkan stok darurat dan tunjuk menteri baru

ilustrasi stok beras Jepang (unsplash.com/Anna Mircea)

Untuk menekan harga, pemerintah Jepang sudah mengeluarkan sekitar 300 ribu ton beras dari stok darurat pada awal tahun. Sejumlah lelang tambahan dijadwalkan hingga Juli mendatang guna menambah suplai di pasar. Selain itu, Jepang sempat mengimpor beras dari Korea Selatan pada April, langkah pertama sejak 25 tahun terakhir, dan meningkatkan impor dari Amerika Serikat.

Namun, kebijakan tersebut belum berhasil meredam harga karena produksi domestik tetap terbatas. Sektor pertanian di Jepang didominasi oleh petani lanjut usia dan lahan-lahan kecil yang kurang efisien. Struktur ini membuat ketahanan pasokan tetap rapuh meski ada upaya intervensi dari pemerintah.

Shinjirō Koizumi kini ditunjuk menggantikan Etō sebagai Menteri Pertanian. Ishiba menginstruksikan Koizumi untuk memprioritaskan stabilisasi harga beras bagi konsumen, dikutip dari CNN International, Kamis (22/5/2025).

Krisis pangan ini terjadi bersamaan dengan lonjakan inflasi, yang mencapai 3,6 persen pada Maret lalu dan didorong terutama oleh kenaikan harga makanan. Dengan tingkat swasembada pangan yang hanya 38 persen dan ketergantungan tinggi pada impor, ketegangan publik atas harga bahan pokok belum menunjukkan tanda mereda.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team