Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi TikTok (IDN Times/Arief Rahmat)
ilustrasi TikTok (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Indonesia tidak akan serta merta mengikuti langkah India yang telah menutup akses ke TikTok. Malah, pemerintah akan mendorong semua perusahaan teknologi dan media sosial yang beroperasi di Indonesia untuk menaati aturan yang berlaku di Tanah Air. 

Hal itu disampaikan oleh Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri, Grata Endah Werdaningtyas, ketika memberikan keterangan pers virtual di Jakarta, Jumat (7/8/2020). 

"Indonesia tidak akan serta merta melakukan tindakan serupa (menutup TikTok hanya karena negara-negara lain melakukannya lebih dulu. Pemerintah juga akan melakukan pengawasan aplikasi sosial media dalam hal keamanan konten dan penggunaan data di Indonesia," ungkap Grata. 

Indonesia memang pernah memblokir TikTok pada 2018, karena menerima aduan dari 3.000 masyarakat mengenai konten negatif di aplikasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Kementerian Komunikasi dan Informatika ketika itu, konten negatif yang ditemukan antara lain seperti pornografi, asusila, dan pelecehan agama. 

Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, ketika itu mengatakan, pemblokiran berlaku sementara hingga pihak TikTok bersedia memenuhi tuntutan pemerintah. Sementara India, pemblokiran secara permanen dilakukan pada 29 Juni lalu. 

Adapun Pemerintah Indonesia mulai memasukkan TikTok sebagai satu dari 16 perusahaan penyedia produk digital yang akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mulai September mendatang. Apa saja 15 perusahaan teknologi lainnya yang akan dipungut pajaknya oleh pemerintah?

1. Pemerintah memungut pajak dari TikTok mulai 1 September 2020

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat) (2020)

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah menetapkan 10 perusahaan global yang akan dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai 10 persen. Aturan mengenai pemungutan pajak produk atau jasa digital tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020. PMK itu merupakan turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020. 

Sebelumnya, di gelombang pertama, ada enam perusahaan global yang dipungut PPN. Kini, bertambah 10 perusahaan lainnya. Berikut daftarnya: 

  1. Facebook Ireland Ltd.
  2. Facebook Payments International Ltd
  3. Facebook Technologies International Ltd
  4. Amazon.com Services LLC
  5. Audible, Inc
  6. Alexa Internet
  7. Audible Ltd
  8. Apple Distribution International Ltd
  9. Tiktok Pte Ltd
  10. The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte Ltd

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengatakan, 10 pelaku usaha tersebut akan dipungut PPN-nya sebesar 10 persen atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia. 

"Itu mulai berlaku pada 1 September 2020," kata Hestu melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times hari ini. 

Ia menggaris bawahi jumlah PPN yang harus dibayar adalah 10 persen dari harga sebelum pajak. Pengenaan pajak juga harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN. 

Sebelumnya sudah ada enam perusahaan penyedia layanan digital yang telah dikenakan PPN 10 persen sejak 1 Agustus 2020, yaitu: 

  1. Amazon Web Services Inc
  2. Google Asia Pacific Pte Ltd
  3. Google Ireland Ltd
  4. Google LLC
  5. Netflix International B.V
  6. Spotify AB

Menurut Hestu, perusahaan-perusahaan itu memenuhi kriteria untuk dikenakan PPN di Indonesia, salah satunya karena penjualannya yang mencapai Rp600 juta setahun atau Rp50 juta per bulan di Tanah Air. 

2. India larang TikTok karena khawatir data pengguna diserahkan ke Pemerintah Tiongkok

ilustrasi aplikasi TikTok (IDN Times/Sunariyah)

India menjadi salah satu negara yang secara terbuka melarang operasional TikTok. Bahkan, TikTok menjadi satu dari 59 aplikasi buatan Tiongkok yang dilarang di negara itu. 

India mulai memblokir TikTok pada 29 Juni 2020. Para pengguna TikTok tidak akan lagi menemukan aplikasi tersebut baik di sistem operasi ponsel berbasis Android maupun IOS Apple. 

Kebijakan itu ditempuh oleh Pemerintah India usai mendapatkan keluhan mengenai pencurian data yang diduga secara diam-diam dikirim ke server yang berlokasi di luar India. Negara yang dirujuk India tidak lain adalah Tiongkok. 

Namun, yang jadi tanda tanya publik di India, apa benar aplikasi itu mencuri data pribadi penggunanya dan diserahkan ke Negeri Tirai Bambu? Sebab, tuduhan serupa juga pernah dialamatkan ke Twitter dan Facebook. 

Laman The National pada awal Juli lalu menyebut, kekhawatiran India dinilai masuk akal. Bahkan, CEO Reddit Steve Huffman menjelaskan, aplikasi TikTok benar-benar ibarat parasit. Ia mengatakan, isu terkait TikTok ini lebih dari sekedar pengumpulan data pribadi. 

Hal ini berdasarkan UU yang disahkan di Tiongkok pada 2017, di mana badan intelijen di negara tersebut mewajibkan semua perusahaan teknologi mau bekerja sama.

Tapi tuduhan itu dibantah dengan tegas oleh CEO Byetedance,  Zhang Yiming. Byetedance adalah perusahaan yang menaungi aplikasi yang telah diunduh sebanyak 2 miliar kali itu. 

Zhang mengatakan, berdasarkan laporan pada akhir 2019, Pemerintah Tiongkok sama sekali tak meminta informasi apa pun dari mereka. 

3. Presiden Trump tanda tangani perintah eksekutif agar perusahaan AS tak lagi berbisnis dengan TikTok

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat mengunjungi Kantor Pusat Palang Merah Nasional Amerika di Washington, Amerika Serikat, pada 30 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria

Sementara, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (7/8/2020), dilaporkan resmi menandatangani perintah eksekutif agar semua perusahaan di Negeri Paman Sam memutuskan hubungan bisnis dengan TikTok dan WeChat. Stasiun berita BBC melaporkan, pemutusan kerja sama itu harus dilakukan dalam kurun waktu 45 hari ke depan. 

Perintah eksekutif itu dikeluarkan di saat Microsoft tengah dalam proses negosiasi untuk membeli TikTok yang ditargetkan akan rampung pada 15 September 2020. Sama seperti alasan yang dikemukakan oleh India, Trump mengeluarkan perintah eksekutif itu dengan dasar kedua aplikasi itu mengancam keamanan dalam negeri AS. 

"Perkembangan aplikasi mobile yang dibuat dan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di Tiongkok terus mengancam keamanan nasional, kebijakan luar negeri, dan perekonomian AS," demikian tulis Trump dalam perintah eksekutifnya. 

Trump mengeluarkan perintah eksekutif itu berdasarkan landasan National Emergencies Act and the International Emergency Economic Powers Act. Ini menjadi eskalasi terbaru perang antara Negeri Paman Sam melawan Tiongkok dalam hal teknologi. 

Editorial Team