Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi dokumen pajak. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)
ilustrasi dokumen pajak. (Pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengonfirmasi telah melakukan penyanderaan terhadap pimpinan sebuah perusahaan akibat mengemplang pajak hingga Rp6 miliar lebih.

Penyanderaan tersebut dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Kembangan.

Tindakan penyanderaan (gijzeling) dilakukan DJP terhadap LSM alias JL yang merupakan Direktur PT KSA. Dia diketahui menunggak utang pajak sebesar Rp6.038.954.010.

"Tindakan penagihan aktif terhadap LSM yang merupakan mantan pengurus dari PT KSA dilakukan berdasarkan data yang ada bahwa LSM adalah orang yang bertanggung jawab atas utang pajak yang ada untuk dilakukan penyanderaan," ucap Kepala KPP Pratama Jakarta Kembangan, Taufiq dalam pernyataan resmi yang diterima IDN Times, Jumat (17/2/2023).

1. Bos KSA dibawa ke Salemba

Ilustrasi penjara. (IDN Times/Sukma Shakti)

Taufiq menambahkan, dalam penyanderaan tersebut, pihaknya melakukan penjemputan terhadap LSM di kediamannya yang ada di Pondok Aren, Tangerang Selatan.

"Pelaksanaan sandera dimulai dengan pembacaan Surat Perintah Penyanderaan (Sprindera) dan selanjutnya dibawa ke Lapas Kelas IIA Salemba sebagai tempat penitipan penanggung pajak yang disandera," ujar dia.

LSM sendiri dapat dibebaskan dari penyanderaan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas.

2. Upaya persuasif dilakukan terlebih dahulu

ilustrasi utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan Kanwil DJP Jakarta Barat, Roby Eduard Sely mengatakan, upaya penagihan secara persuasif telah dilakukan sebelumnya terhadap wajib pajak dan/atau penanggung pajak PT KSA melalui imbauan-imbauan dan pemanggilan penyelesaian tunggakan.

Roby juga menyampaikan, pihaknya juga sebelumnya telah melakukan tindakan penagihan aktif represif dengan menerbitkan teguran atau memperingatkan dan memberitahukan Surat Paksa, pemblokiran dan penyitaan serta pencegahan bepergian ke luar negeri pada 2022.

"Namun, Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya. Tindakan penyanderaan merupakan upaya terakhir dalam proses penagihan aktif," kata Roby.

3. Landasan hukum penyanderaan pengemplang pajak

ilustrasi pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2000, penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

Berdasarkan Pasal 58 Ayat (1) PMK Nomor 189/PMK.03/2020, tindakan penyanderaan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak dalam hal:

  • Mempunyai utang pajak paling sedikit Rp100 juta
  • Diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak

"Pelaksanaan penyanderaan hanya dapat dilakukan setelah ada Sprindera atas izin Menteri Keuangan atau gubernur dan diterima oleh penanggung pajak. Waktu penyanderaan maksimal enam bulan sejak penanggung pajak dimasukkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan," tutur Roby.

Editorial Team