Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (unsplash.com/Mathieu Stern)
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (unsplash.com/Mathieu Stern)

Intinya sih...

  • Perlambatan ekspor dan ketegangan perdagangan global bebani aktivitas ekonomi

  • Kebijakan fiskal akan mulai normal di 2026-2027

  • Defisit transaksi berjalan hanya akan melebar secara terbatas

  • Inflasi berada dalam kisaran target bank sentral 1,5–3,5 persen dan pertumbuhan yang berada di sekitar tren

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen pada 2025 dan 2026, serta meningkat menjadi 5,1 persen pada 2027, yang akan ditopang oleh permintaan domestik. Proyeksi terbaru ini lebih tinggi dibandingkan laporan OECD pada September lalu, yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 4,9 persen untuk 2025 dan 2026.

Meski meningkat, proyeksi OECD tersebut masih lebih rendah dibandingkan target pemerintah dalam APBN 2025 sebesar 5,2 persen (yoy) dan target APBN 2026 sebesar 5,4 persen (yoy).

"Inflasi yang rendah dan kondisi keuangan yang membaik akan memacu konsumsi dan investasi swasta," ungkap OECD dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Outlook, Rabu (3/12/2025).

1. Perlambatan ekspor dan ketegangan perdagangan global bebani aktivitas ekonomi

ilustrasi OECD (oecd.org)

Namun, perlambatan ekspor di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global diperkirakan akan membebani aktivitas ekonomi. Bahkan, OECD memperkirakan inflasi Indonesia turun menjadi 1,9 persen pada 2025 karena tekanan permintaan yang terbatas dan harga energi yang rendah.

Inflasi diperkirakan kembali naik menjadi 3,1 persen pada 2026 dan 3,2 persen pada 2027, seiring normalisasi harga energi dan depresiasi mata uang sejak awal tahun yang secara bertahap memengaruhi harga domestik.

2. Defisit transaksi berjalan hanya akan melebar secara terbatas

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Selanjutnya, OECD memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan hanya akan melebar secara terbatas. Namun, lembaga tersebut mengingatkan bahwa penurunan harga komoditas yang lebih dalam berpotensi memperburuk kondisi itu, karena akan menekan pendapatan ekspor Indonesia.

“Dengan inflasi yang berada dalam kisaran target bank sentral 1,5–3,5 persen dan pertumbuhan yang berada di sekitar tren,” tulis OECD dalam laporannya.

3. Kebijakan fiskal akan mulai normal di 2026-2027

Ilustrasi anggaran atau APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dari sisi kebijakan, OECD memproyeksikan, kebijakan moneter akan semakin longgar seiring meredanya tekanan inflasi. Di sisi lain, kebijakan fiskal diperkirakan bersifat cukup ekspansif pada 2025.

"Kondisi ini didorong oleh peningkatan belanja untuk program makan bergizi gratis serta pembentukan dana kekayaan negara yang baru. Pembiayaan tambahan tersebut hanya sebagian ditutupi melalui penghematan di sektor lain. Kebijakan fiskal diperkirakan kembali ke arah yang lebih netral pada 2026–2027," tegas OECD.

OECD juga menekankan peningkatan efisiensi belanja publik perlu menjadi prioritas kebijakan utama. Hal ini mencakup perbaikan penargetan bantuan sosial agar lebih tepat sasaran kepada rumah tangga rentan. Selain itu, penguatan tata kelola investasi publik melalui perencanaan, pemantauan, dan evaluasi yang lebih baik dianggap penting untuk memastikan bahwa belanja infrastruktur mampu memberikan dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Editorial Team