Ilustrasi OJK (Otoritas Jasa Keuangan). (IDN Times/Aditya Pratama)
Aman menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan, AP dan KAP tersebut tidak dapat menemukan adanya indikasi manipulasi laporan keuangan terutama tidak melaporkan peningkatan produksi dari produk asuransi sejenis saving plan yang berisiko tinggi oleh pemegang saham, direksi dan dewan komisaris WAL.
"Hal ini membuat seolah-olah kondisi keuangan dan tingkat kesehatan WAL masih memenuhi tingkat kesehatan yang berlaku. Sehingga, pemegang polis tetap membeli produk WAL yang menjanjikan imbal balik cukup tinggi tanpa memperhatikan tingkat risikonya," kata Aman.
Pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris WAL, disebut tidak dapat mengatasi penyebab sanksi yang dikenakan sehingga OJK mencabut izin usahanya pada 5 Desember 2022. Selanjutnya, Rapat Umum Pemegang Saham telah membubarkan WAL dan membentuk Tim Likuidasi.
Pada saat proses likuidasi berlangsung, beberapa pemegang polis mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun pengajuan PKPU tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam amar putusan terhadap perkara nomor 21/pdt.sus/PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst telah menolak permohonan gugatan PKPU untuk seluruhnya.
"OJK mengawasi proses likuidasi yang sedang berlangsung. Sampai saat ini, Tim Likuidasi melaporkan telah menerima tagihan dari 7.026 pemegang polis (14.750 polis), empat kreditur, dan 41 karyawan. Tim Likuidasi juga melaporkan terus melakukan penelusuran aset-aset WAL," ujarnya.
Demi membantu dalam menyelesaikan masalah dengan cepat, diharapkan para pemegang polis, tertanggung, peserta, karyawan, dan kreditur lainnya, segera menyampaikan tagihan kepada Tim Likuidasi dan selanjutnya diverifikasi untuk menjadi dasar perhitungan penyelesaian kewajiban kepada para pihak.
"Semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan OJK meminta Pemegang Saham Pengendali agar kembali ke Indonesia untuk bertanggung jawab atas permasalahan WAL," ujar Aman.