Jakarta, IDN Times - Ketika OpenAI didirikan pada 2015, visinya sederhana namun ambisius: memastikan akal imitasi (AI) membawa manfaat bagi seluruh umat manusia. Namun, satu dekade kemudian, lembaga penelitian yang awalnya nonprofit itu kini bersiap memasuki tahap paling komersial dalam sejarahnya, penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dengan target valuasi menembus 1 triliun dolar AS, atau sekitar Rp16 kuadriliun.
Jika rencana ini terwujud, OpenAI akan sejajar dengan raksasa teknologi seperti Apple, Microsoft, dan Nvidia dalam hal valuasi pasar. Namun, langkah menuju bursa saham bukan sekadar ekspansi bisnis. Ini juga akan menjadi ujian: mampukah perusahaan yang berdiri atas nama etika dan inovasi bertahan di tekanan pasar publik yang berorientasi pada keuntungan?
