Ilustrasi pembangunan infrastruktur. (Dok. Kemenkeu)
Merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, kebutuhan pembiayaan infrastruktur untuk tahun 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp6.445 triliun, di mana porsi pembiayaan pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hanya 37 persen.
Adapun alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2024 sebesar Rp422,7 triliun. Nilai ini naik 5,8 persen dari anggaran infrastruktur tahun sebelumnya, sebesar Rp399,6 triliun (outlook APBN 2023). Alokasi anggaran infrastruktur 2024 dalam mendorong percepatan dan pemerataan infrastruktur, sebagai berikut:
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp213,7 triliun, yang diarahkan untuk biaya pembangunan jalan daerah, pembangunan Ibu Kota Nusantara, renovasi stadion, hingga pembangunan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan.
Belanja Non Kementerian/Lembaga sebesar Rp20,3 triliun, diarahkan untuk pembangunan infrastruktur daerah, pembangunan Daerah Otonomi Baru (DOB), dan mendukung Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
“Belanja non-K/L untuk daerah otonom baru. Kita tahu Papua ada provinsi-provinsi baru. Maka kita alokasikan untuk pembangunan ibu kota provinsi dan sarananya,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Belanja Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) senilai Rp94,8 triliun, disalurkan untuk dana alokasi khusus (DAK) fisik, infrastruktur dan dana alokasi umum (DAU) bidang pekerjaan umum.
Terakhir, Pembiayaan Anggaran sebesar Rp93,9 triliun yang diarahkan untuk Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN atau lembaga di sektor infrastruktur.
Meski alokasi anggaran infrastruktur dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar Rp422,7 triliun, tentu saja nilai itu tidak cukup untuk mewujudkan pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia. Strategi untuk menutup gap pembiayaan infrastruktur adalah melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Private Public Partnership (PPP).