Ilustrasi outlet Pertashop di Jawa Tengah dan DIY. (dok. Pertamina Patra Niaga JBT)
Dengan adanya disparitas harga yang tinggi antara Pertamax dan Pertalite, omzet pengusaha Pertashop menurun drastis hingga 90 persen. Alhasil, mereka tidak memperoleh keuntungan setelah omzet digunakan untuk operasional.
"Dari 448 Pertashop itu ada 201 yang rugi. Pertashop yang tutup merasa terancam untuk disita asetnya karena tidak sanggup untuk angsuran bulanannya ke bank," katanya.
Keuntungan Pertashop pun digunakan untuk biaya operasional bulanan, yaitu gaji operator Rp4 juta (per orang Rp2 juta), BPJS Rp200 ribu (per orang Rp100 ribu), serta listrik dan air Rp200 ribu.
Belum lagi adanya potensi kerugian 1 persen dari tiap liter BBM, pajak, depresiasi, kebersihan, hingga sewa tempat. Alhasil, tak ada sisa keuntungan yang diperoleh pengusaha Pertashop.
"Jadi 47 persen teman-teman pertashop yang punya omzet segitu bisa dibilang merugi. Ini belum untuk kewajiban ke bank," tambah Gunadi.