Ilustrasi pekerja pabrik (ANTARA FOTO/Siswowidodo)
Menurut Henry, banyak pihak terdampak yang tidak diajak dalam merumuskan kebijakan tersebut. Padahal mereka yang akan menanggung beban kebijakan tersebut. Pihaknya pun telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan meminta pemerintah melibatkan pemangku kepentingan.
GAPPRI juga meminta agar pembahasan dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan mempertimbangkan kearifan lokal, besaran ekonomi, penerimaan negara, serta serapan tenaga kerja dari industri tembakau nasional dan industri terkait lainnya.
Senada, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia, Janoe Arijanto mengatakan, industri kreatif nasional tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan partisipasi publik terkait RPP Kesehatan.
“Selain itu, kementerian pembina sektor asosiasi bernaung juga tidak diajak berpartisipasi dalam mengkonsultasikan baik buruknya rancangan yang akan dijalankan kepada publik dan pihak terkait,” ujarnya.
Janoe menyayangkan hal tersebut. Sebab, pemahaman industri kreatif menjadi sangat terbatas terkait rencana penerapan peraturan tersebut.
Menurutnya, kebijakan tersebut seharusnya didiskusikan bersama pihak yang akan bersinggungan dengan regulasi, mengingat RPP Kesehatan mencakup banyak bidang usaha yang banyak dan beririsan dengan produk tembakau.
Pihaknya terbuka dalam diskusi proses penyusunan kebijakan agar dalam perubahannya tidak merugikan para pelaku industri kreatif serta tepat sasaran dalam mendukung upaya pemerintah.
“Kami juga berharap agar dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap industri kreatif,” pungkas Janoe.