Sementara itu, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2019 memproyeksikan pertumbuhan ekonominya di bawah 5 persen. Senada dengan Pieter, Bhima menyebut penurunan itu dipicu oleh menurunnya konsumsi masyarakat pasca-lebaran.
"Ada kemungkinan pertmbuhan ekonomi akan berada dibawah 5 persen yakni dikisaran 4.8 hingga 4.97 persen (yoy) seiring menurunnya permintaan konsumsi paska lebaran. Belanja pemerintah juga slowdown karena jaga defisit APBN di saat penerimaan pajak terancam tak mencapai target," ungkap Bhima.
Tidak hanya itu, industri manufaktur yang mengalami perlambatan juga ikut mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia juga masih terpukul efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan III-2019. Hasilnya, pada periode tersebut, pertumbuhan produksi industri hanya 4,35 persen. Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama pada 2018 yang sebesar 5,04 persen, maupun pada 2017 yang sebesar 5,46 persen.
"Yang bisa diandalkan kini investasi seiring laporan BKPM realisasi investasi masih tumbuh cukup baik di Q3 ditopang PMDN," tuturnya.