Pengembangan biodiesel yang dilakukan Kementerian ESDM. (dok. Kementerian ESDM)
Pengembangan Biosolar Performance tidak terlepas dari kebijakan nasional yang telah menerapkan pencampuran biodiesel atau FAME pada solar selama hampir 17 tahun terakhir. Program ini dimulai sejak 2008 dengan kadar B2,5, hingga pada awal tahun ini menjadi B40.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam mendorong kemandirian energi nasional. Pemerintah juga tengah membahas peluang peningkatan campuran biodiesel menjadi B50 pada tahun depan.
"Tetapi kalau misalnya kita melihat sedikit juga terkait dengan karakteristik FAME yang ditambahkan, tentunya ada berbeda dengan Solar murni yang memang secara produksi kita dapatkan dari kilang secara proses," ujar Sigit.
FAME bersifat higroskopis atau mudah menyerap air, sehingga berpotensi meningkatkan kandungan air selama proses suplai, penyimpanan, hingga penggunaan di mesin.
Selain itu, terdapat kandungan monogliserida sebagai residu proses produksi FAME yang, jika bercampur dengan air, dapat memicu endapan dan pertumbuhan bakteri.
Kondisi tersebut menjadi tantangan bagi konsumen industri dalam pengoperasian mesin berbahan bakar B40, termasuk kebutuhan pengurasan air secara berkala serta potensi gangguan aliran bahan bakar akibat endapan pada filter. Dampaknya dapat berupa penurunan tenaga mesin dan peningkatan konsumsi bahan bakar.
"Nah ini tantangan yang dihadapi oleh konsumen industri. Di satu sisi, kita Indonesia, pemerintah itu punya program yang sangat baik, kemandirian energi. Tetapi ada hal-hal teknis yang tentunya bisa kita pecahkan di sini," tuturnya.