Ilustrasi Tax Amnesty (IDN Times/Aditya Pratama)
Poin penting lainnya di dalam RUU HPP adalah pelaksanaan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty yang di dalam RUU tersebut dikatakan sebagai Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
Program tax amnesty jilid II ini akan mulai berlangsung pada 1 Januari 2022 mendatang. Pemerintah pun telah mengatur skema tarif pajak yang berlaku pada tax amnesty jilid II ini.
Bagi WP yang memiliki harta bersih (nilai harta dikurangi nilai utang) sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015, maka harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final.
WP tersebut dikenakan tarif PPh final di kisaran 6-11 persen. Besaran tarif ditentukan dengan kesediaan WP menginvestasikan dananya di kegiatan sektor tertentu maupun surat berharga negara (SBN).
Adapun, skemanya adalah sebagai berikut. Pertama, tarif enam persen atas harta bersih di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di NKRI, dan/atau di SBN.
Kedua, tarif delapan persen atas harta bersih yang berada di wilayah NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI dan/atau SBN.
Ketiga, tarif enam persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Keempat, tarif enam persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Kelima, tarif 11 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI.
Kemudian, bagi WP orang pribadi (OP) yang memiliki harta sejak 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2020, maka harta bersih tersebut juga dianggap sebagai tambahan penghasilan yang dikenakan PPh final.
Adapun tarif PPh yang dikenakan tertuang dalam pasal 9 ayat (3). Berikut rinciannya:
Pertama, tarif 12 persen atas harta bersih yang berada di wilayah NKRI dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Kedua, tarif 14 persen atas harta bersih yang berada di dalam wilayah NKRI dan tidak diinventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Ketiga, tarif 12 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke wilayah NKRI, dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Keempat, tarif 14 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke wilayah NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Kelima, tarif 18 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI.
WP OP tersebut wajib mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.
WP OP yang punya harta di luar wilayah NKRI wajib mengalihkan hartanya ke wilayah NKRI paling lambat 30 September 2022. WP OP yang menyatakan menginvestasikan harta bersihnya pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI dan/atau ke SBN, wajib menginvestasikan harta bersih dimaksud paling lambat 30 September 2023.