Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kapal penambang pasir laut di Perairan Sangkarrang, Makassar, Sulsel. IDN Times/WALHI Sulsel

Jakarta, IDN Times - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda menyatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut cacat hukum.

PP tersebut jadi perbincangan karena mengatur tentang ekspor pasir laut yang akhirnya dibuka lagi setelah sempat disetop 20 tahun lalu.

Izin ekspor pasir laut diatur dalam pasal 9 butir 2 huruf d dalam PP tersebut. Pada pasal itu disebutkan, pemanfaatan hasil sedimentasi yang termasuk pasir laut diperbolehkan untuk diekspor.

"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," bunyi pasal 9 butir 2 huruf D, dikutip IDN Times.

1. Bertentangan dengan Undang Undang lain

Kapal penambang pasir laut di sekitar Pulau Kodingareng Lompo. IDN Times/Walhi Sulsel

Huda menyatakan, PP tersebut cacat hukum lantaran bertentangan dengan Undang Undang yang sudah ada sebelumnya, yakni UU Nomor 1 tahun 2014 sebagai perubahan UU Nomor 27 tahun 2007.

"PP 26/2023 menurut saya pribadi merupakan cacat secara hukum. Ini bisa kita gugat ke pengadilan di mana ketika cuma pertimbangannya UU kelautan itu masih sangat lemah karena di situ banyak sekali Undang Undang yg saling berkaitan termasuk Undang Undang Nomor 1/2014 perubahan Undang Undang Nomor 27/2007," tutur Huda dalam diskusi virtual, Rabu (5/7/2023).

Adapun UU Nomor 1/2014 menyatakan secara eksplisit melarang penambangan pasir yang merusak ekosistem lingkungan wilayah pesisir maupun wilayah pantai atau pulau-pulau di Indonesia.

2. Dampak ekspor pasir laut

ilustrasi pantai (IDN Times/Dwi Agustiar)

Huda pun kemudian menyebutkan beberapa dampak negatif jika ekspor pasir laut dilanjutkan. Pertama dari sisi lingkungan bisa menyebabkan abrasi pantai, erosi pantai, kurangnya garis pantai, dan potensi rusaknya ekosistem laut.

"Kemudian di aspek sosial, pemukiman di pesisir akan banyak terjadi konflik karena ada penggusuran di mana ketika pasir sudah habis akan menggusur pemukiman pesisir," kata Huda.

Lalu dampak yang ketiga dari sisi ekonomi akan memunculkan banyak pengangguran akibat rusaknya ekosistem laut.

"Ketika ekosistem laut rusak maka tangkapan ikan berkurang dan pendapatan nelayan berkurang yang akhirnya membuat nelayan-nelayan tidak melaut dan menjadi penggangguran di wilayah pesisir pantai," ucap Huda.

3. Syarat ekspor pasir laut

Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sebelumnya diberitakan, pemerintah kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun disetop. Keran ekspor kembali dibuka sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Dalam aturan tersebut, dijelaskan juga kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha agar bisa melakukan ekspor pasir laut.

"Kewajiban ini meliputi kepemilikan izin pemanfaatan pasir laut serta izin berusaha untuk menunjang kegiatan usaha di bidang ekspor dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan," ungkap aturan tersebut pasal 15 ayat 3.

Perizinan berusaha diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi dari menteri dan dikenakan bea keluar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Editorial Team