Ilustrasi JPMorgan Chase (Dok.New York Times)
Setelah akuisisi, JPMorgan meminta data pengguna Frank. Namun, Javice dan Amar selalu menolak permintaan itu, dengan alasan pelanggaran privasi pelanggan. Pada akhirnya mereka mengirimkan data ke JPMorgan Chase. Hingga pada akhirnya, diketahui semua pengguna itu palsu.
Pada akhirnya, diketahui Javice dan Amar membayar seorang profesor ilmu data di New York untuk membuat 4,6 juta akun palsu dari data beberapa pelanggan Frank.
Ditemukan bahwa Javice dan Amar telah membayar sekitar 18 ribu dolar AS atau sekitar Rp271 juta kepada seorang profesor ilmu data yang berbasis di New York untuk membuat 4,6 juta akun palsu dari data beberapa pelanggan Frank.
Tak hanya itu, Javice dan Amar juga membeli data siswa ASL Marketing seharga 105 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,58 miliar, sekaligus menyewa jasa pihak ketiga untuk melakukan verifikasi akun para siswa ASL Marketing.
Pada tahun 2022, JPMorgan memecat Javice dan Amar. JPMorgan juga menggugat keduanya karena penipuan tersebut.