Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hadir dalam rapat perdana Kementerian Keuangan dengan Komisi XI. (IDN Times/Triyan).

Intinya sih...

  • Purbaya mengingat perubahan gaya bicaranya sebagai Menkeu

  • Rapat membahas RKA Kemenkeu 2026 dengan anggaran mencapai Rp52,02 triliun

  • Menkeu harus memiliki empati terhadap situasi terkini dan tuntutan rakyat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (10/9/2025). Ini merupakan rapat pertama bagi Purbaya setelah resmi dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai Bendahara Negara pada Senin, 8 September 2025.

Rapat yang dimulai pukul 10.50 WIB ini dibuka langsung Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun. Dalam sambutannya, Misbakhun menyampaikan sosok Purbaya bukanlah figur baru bagi Komisi XI.

"Nama Pak Purbaya sebenarnya bukan nama yang asing, cuma beda tempatnya saja. Dulu beliau bermitra dengan kita sebagai Ketua LPS, sekarang sebagai Menteri Keuangan," kata Misbakhun.

1. Singgung gaya bicara "Koboi" saat di LPS

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dalam sesi pembukaan, Purbaya sempat menyinggung perubahan peran dan gaya komunikasi yang kini harus ia jalani sebagai Menteri Keuangan, dibanding saat masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Ini kunjungan saya yang pertama sebagai Menteri Keuangan. Biasanya saya hadir sebagai Ketua LPS. Dulu, waktu masih di LPS, katanya saya ngomongnya agak ‘koboi’. Sekarang gak boleh begitu," ungkapnya yang disambut tawa peserta rapat.

Purbaya menjelaskan sebagai Menteri Keuangan, ia kini harus lebih berhati-hati dan mengikuti naskah pidato yang telah disiapkan timnya.

"Saya merasakan dampaknya, rupanya beda. Jadi sekarang saya akan mengacu ke pidato yang sudah disiapkan oleh staf saya. Jadi gak ada sesi bebas lagi," lanjut dia.

Pernyataan itu kembali mencairkan suasana. Salah satu anggota Komisi XI DPR RI sempat menimpali dengan canda, "Pak Menteri, boleh koboi tapi ada isinya," yang langsung dibalas Purbaya dengan santai, "Siap, siap. Makasih, Pak."

2. Bahas RKA Kemenkeu 2026

Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Adapun agenda utama rapat kerja tersebut adalah pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Keuangan untuk 2026. Berdasarkan data yang disampaikan, total anggaran Kemenkeu tahun depan mencapai Rp52,02 triliun.

Dari jumlah tersebut, Rp41,64 triliun merupakan pagu indikatif murni Kementerian Keuangan, sedangkan sisanya digunakan untuk mendanai tujuh Badan Layanan Umum (BLU) di bawah koordinasi Kemenkeu. Rapat ini menjadi momentum awal bagi Purbaya untuk menyampaikan arah kebijakan fiskal dan strategi pengelolaan keuangan negara di bawah kepemimpinannya.

3. Menkeu harus memiliki empati terhadap situasi terkini

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini. (Dokumentasi Universitas Paramadina)

Ekonom senior sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini, menyinggung gaya bicara Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Dia menekankan posisi Menkeu bukan hanya soal menguasai angka, tetapi harus tampil sebagai politikus profesional (pro-politician) dan teknokrat yang berjiwa negarawan (techno-politician).

"Jadi bukan hanya dia menguasai data-data dan angka, kemudian mengatakan saya bisa menyelesaikan. Tetapi dia punya empati, punya rasa terhadap situasi," katanya dalam diskusi daring, Rabu (10/9/2025).

Didik menyinggung pernyataan Purbaya terkait tuntutan rakyat 17+8 yang sebelumnya menuai sorotan publik. Dia menegaskan respons terhadap tuntutan tersebut tidak boleh dilakukan sembarangan.

Menurut Didik, situasi kelas menengah saat ini justru berantakan, karena jumlahnya menurun dari 57 juta menjadi 48 juta orang. Padahal kelompok tersebut selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.

Dia juga mengingatkan kondisi masyarakat di sekitar garis kemiskinan semakin rentan. Apalagi, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angka garis kemiskinan nasional Indonesia adalah Rp600 ribu per orang per bulan.

"Sehingga merespons 17+8 tidak boleh sembarangan. Karena memang yang berantakan turun ke bawah," ujarnya.

Editorial Team