ilustrasi pertumbuhan bisnis (IDN Times/Aditya Pratama)
Fikri menjelaskan bahwa berdasarkan dokumen laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2020 yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) khususnya bidang pariwisata, setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu menjadi catatan.
Catatan pertama, opini atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) pada Kemenparekraf dan Parekraf RI untuk tahun 2016-2020 adalah WTP (wajar tanpa pengecualian).
Kedua, terdapat alokasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk sektor kementerian lembaga dan pemerintah daerah. Di mana semula sebesar Rp106,11 triliun, kemudian direklasterisasi menjadi diperkirakan Rp67,86 triliun pada 16 Desember 2020.
“Penggunaannya antara lain untuk pariwisata berupa hibah ke daerah dan diskon tiket oleh kementerian lembaga sampai dengan Desember 2020. Anggaran klaster sektoral kementerian lembaga dan pemerintah daerah telah direalisasikan sebesar Rp65,22 triliun antara lain untuk stimulus pariwisata sebesar Rp2,9 triliun,” jelasnya.
Selain itu, menurut Fikri, ada realisasi belanja pemerintah pusat menurut fungsi pariwisata dan budaya. Dengan anggaran sebesar Rp3.062.804.280.000 pada 2020, terealisasi sebesar Rp3.151.797.243.833.
Fikri mengatakan ada sejumlah alasan mengapa realisasi hibah pariwisata rendah, yakni termasuk karena waktu pelaksanaan program relatif sangat singkat, hanya sekitar Oktober-Desember 2020. Selain itu ada pembatasan sosial di daerah sebagai bagian dari penanganan pandemik di daerah. Ini, katanya, berpengaruh pada kecepatan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan.
“Pemahaman daerah atas pengelolaan hibah relatif belum baik,” jelasnya.