Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menyatakan pergerakan dolar AS pada perdagangan hari ini diwarnai oleh sentimen bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (the Fed) belum akan mengakhiri siklus kenaikan suku bunganya.
"Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan bahwa siklus pengetatan kebijakan AS 'masih dalam masa-masa awal' dan memperingatkan secara eksplisit agar tidak bertaruh pada 'poros' awal," katanya.
Sementara di dalam negeri, inflasi menjadi pertaruhan bagi kurs rupiah. Merujuk ke data BPS, kenaikan BBM jenis Pertalite tak dipungkiri telah menjadi penyulut utama inflasi dengan andil sebesar 0,89 persen terhadap inflasi September 2022.
Penyebab berikutnya adalah tarif angkutan dalam kota 0,09 persen, solar 0,03 persen dan tarif angkutan antar kota dengan andil 0,03 persen.
Beberapa komoditas pangan, juga menyumbang inflasi September. Terutama komoditas cabai merah, telur ayam ras, minyak goreng, cabai rawit, hingga beras. Untungnya, ada komoditas pangan yang menghambat inflasi bulan lalu. Misalnya bawang merah, meski andil deflasi hanya 0,05 persen.
"Dengan berbagai perkembangan tersebut diperkirakan mendorong inflasi tahun 2022 melebihi batas atas sasaran 3,0±1 persen. Untuk itu diperlukan sinergi kebijakan yang lebih kuat antara pemerintah pusat dan daerah dengan BI, baik dari sisi pasokan maupun sisi permintaan untuk memastikan inflasi kembali ke sasarannya pada paruh kedua 2023," ujarnya.