Jakarta, IDN Times – Dona (32), warga Tangerang, sadar harus menjalani isolasi mandiri (isoman) setelah mengetahui dirinya positif COVID-19 berdasarkan hasil tes PCR pada pekan akhir Juni 2021. Dia memilih isoman di luar rumah agar tidak menulari keluarganya.
Dalam kondisi tidak bergejala, dirinya pun mencari hotel yang kosong karena merasa tidak perlu perawatan di rumah sakit. Dia memilih hotel terdekat dari rumahnya dengan harga sewa yang pas di kantong.
"Gue OTG gak ada gejala sama sekali. Gue pesan hotel melalui Traveloka," kata Dona kepada IDN Times beberapa waktu lalu.
Saat masuk hotel, suhu badan Dona terdeteksi normal dan tidak ada batuk menyertai. Dona awalnya memutuskan tidak menginformasikan kepada petugas hotel bahwa dirinya positif COVID-19. Apalagi nilai cycle threshold (CT) dalam tes PCR-nya pun cukup tinggi, yang kabarnya tidak berpotensi menulari orang lain.
"Tapi kayaknya pihak hotel curiga. Terus disamperin ke kamar dan akhirnya gue ngaku OTG," tutur Dona.
Meski sempat deg-degan, Dona akhirnya lega karena karyawan itu memberitahu bahwa hotel tersebut menyediakan layanan khusus isoman. Padahal hotel tersebut tidak termasuk dalam daftar hotel yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai hotel khusus isoman.
"Akhirnya dipindah ke kamar khusus," imbuhnya. Dia menuturkan ada satu lantai dengan deretan kamar khusus tamu isoman, meski dia tidak yakin betul ada berapa kamar yang tersedia.
Untuk menginap semalam di hotel tersebut, Dona mengaku harus merogoh kocek sebesar Rp3,2 juta untuk 7 malam dan biaya perpanjangan sebesar Rp700 ribu per malamnya. Hotel memang menjadi pilihan bagi sejumlah warga yang terdeteksi COVID-19 dengan gejala ringan atau OTG. Apalagi belakangan ini, rumah sakit sudah kewalahan menerima pasien.
Bagi hotel, menyediakan kamar untuk tamu isoman jadi salah satu jalan keluar untuk bertahan di tengah kondisi yang megap-megap selama pandemik. Namun, strategi ini bukan tanpa persoalan. Sebab, masih ada hotel-hotel yang menjalankannya secara colongan demi bisa bertahan.