Jakarta, IDN Times - Eskalasi ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel semakin memuncak setelah keterlibatan Amerika Serikat (AS) yang terbukti nyata. Serangan AS yang dilancarkan ke tiga fasilitas nuklir Iran, menandai babak lanjutan perang Iran-Israel.
Merespons serangan itu, Parlemen Iran memilih untuk menutup Selat Hormuz yang menjadi jalur vital bagi perdagangan energi dunia. Penutupan jalur yang dilalui sekitar seperlima konsumsi minyak global itu akan memicu gangguan distribusi dan berujung lonjakan harga minyak dunia.
Kondisi ini berlangsung di tengah dampak kebijakan tarif dagang Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump. Berbagai hal itu memicu volatilitas di pasar keuangan global yang berisiko berdampak pada perekonomian domestik serta memperlambat laju ekonomi dunia.
Dalam laporan Indonesia Economic Outlook yang bertajuk "Navigating the Risk: Gaining the Momentum", Tim Ekonomi Bank Mandiri menyebut aktivitas perdagangan dunia diperkirakan turun, ditambah tekanan pada harga komoditas seperti minyak, batu bara, dan crude palm oil (CPO). Namun, konflik di Timur Tengah justru memicu lonjakan harga minyak mentah dunia yang berdampak pada meningkatnya inflasi global dan pertumbuhan ekonomi yang melemah.
Lantas, bagaimana pengaruh kondisi tersebut terhadap berbagai sektor perekonomian Indonesia?