Soeharto (Wikimedia.org/Presidential Library)
Perubahan politik pasca-G30S 1965 mengubah arah ekonomi Indonesia. Soeharto berpaling pada sekelompok ekonom muda dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Mereka adalah Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana, Mohammad Sadli, Subroto, dan Emil Salim. Soeharto mengenal mereka ketika mengikuti kursus di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung di mana mereka kerap jadi pengajar.
Pada Januari 1966, sejumlah ekonom mendiskusikan pemecahan masalah ekonomi dan keuangan di Universitas Indonesia. Pada Mei, diskusi serupa kembali digelar. Saran-saran yang muncul dari seminar-seminar itu jadi kebijakan ekonomi Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan mempengaruhi rumusan-rumusan ketetapan MPRS tahun 1966 yang menjadi tonggak Orde Baru.
Komitmen Orde Baru pada pemecahan masalah ekonomi itu diperkuat ketika Angkatan Darat menghelat Seminar AD II di Bandung pada 25 Agustus 1966. Widjojo dkk, ditempatkan di Subkomite Masalah Ekonomi, bertugas menyusun naskah mengenai jalan keluar untuk menstabilkan dan merehabilitasi perekonomian. Rekomendasi para ekonom itu diterima tanpa diskusi berkepanjangan.
Tak lama sesudah seminar itu, 12 September 1966, mereka diangkat sebagai Staf Pribadi Ketua Presidium Kabinet. Ketika Soeharto resmi menjabat presiden, mereka menjadi Tim Ahli Ekonomi Presiden, dengan penambahan Menteri Perdagangan Soemitro Djojohadikusumo, Menteri Perhubungan Frans Seda, dan Gubernur Bank Indonesia Radius Prawiro. Merekalah yang merancang kebijakan ekonomi Orde Baru.