Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi anak sekolah (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Ilustrasi anak sekolah (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Jakarta, IDN Times - Wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan atau sekolah dinilai berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pendidikan Indonesia. Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI) Ramli Rahim mengatakan, pengenaan PPN itu berpotensi menaikkan jumlah pelajar yang putus sekolah.

"Angka putus sekolah kita cukup tinggi, buat apa dipajaki? Syukur-syukur masyarakat mau berpartisipasi membantu pemerintah yang belum mampu menyediakan seluruh fasilitas pendidikan kan? " kata Ramli kepada IDN Times, Kamis (10/6/2021).

Pada 2020 saja, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat jumlah siswa SD sampai SMA yang putus sekolah pada tahun ajaran 2019/2020 tembus 157 ribu orang.

1. Sekolah bukan bisnis

ilustrasi siswa SD mengenakan masker (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Ramli yang juga seorang guru sekaligus pendiri Ranu Harapan Islamic School pun menyayangkan wacana tersebut.

"Kelihatannya pemerintah lagi kelimpungan ya. Terlalu banyak persoalan sampai semuanya harus dipajaki. Kemarin kami pikirnya yang mau dipajakin hanya sembako. Ternyata sampai ke pendidikan juga mau dipajakin," tuturnya.

Menurutnya, sekolah bukanlah bisnis yang wajar untuk dikenakan pajak. Apalagi, banyak yayasan yang membuka jasa pendidikan dengan sukarela.

"Jadi ini pemerintah seolah-olah bahwa pendidikan itu sudah jadi bisnis. Padahal keterlibatan masyarakat itu sebenarnya dalam rangka mendukung pemerintah. Bayangkan yayasan-yayasan yang hidup segan mati tak mau, tapi tanpa mereka juga tidak ada sekolah di tempat itu. Kemudian dipajaki pula sama pemerintah? Ya semakin repot saja kita," terang Ramli.

2. Masyarakat terbebani

Ilustrasi siswa madrasah diniyah. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

Ramli mengatakan, jika untuk memperoleh pelayanan dari jasa pendidikan termasuk sekolah harus dikenakan PPN, maka masyarakat akan terbebani.

"Sebenarnya yang diberatkan itu bukan instansinya, tapi yang diberatkan masyarakat yang mau sekolah. Karena kan pasti dilimpahkan ke masyarakat, yang mau sekolah menanggung, atau orang tua mereka, atau dia sendiri yang menanggung biaya yang dibebankan pemerintah kepada mereka," papar dia.

3. Jasa lain yang mau dikenakan PPN

Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain pendidikan, ada beragam jasa lain yang dihapus dari daftar jasa tidak kena PPN dari pemerintah, alias direncanakan untuk dikenakan PPN.

Mereka di antaranya adalah jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat, air, dan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.

Jasa lainnya yang dihapus dari daftar tidak kena PPN lainnya adalah jasa tenaga kerja.

Kemudian ada juga jasa telepon umum menggunakan uang logam dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos. Jasa-jasa tersebut sebelumnya pernah mendapatkan kebijakan bebas dari pungutan PPN.

Editorial Team