Ilustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)
Sebelumnya, pemerintah berencana menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) senilai 12 persen pada berbagai produk bahan kebutuhan pokok. Itu jadi salah satu upaya menambah penerimaan perpajakan.
Soal rencana PPN 12 persen untuk sembako tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
RUU KUP memuat Pasal 4A yang isinya pemerintah bakal menghapus sejumlah jenis barang yang tidak kena PPN. Yang pertama hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, kecuali pertambangan batu bara. Jenis barang kedua adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat.
Selama ini sembako termasuk barang yang tanpa pengenaan PPN. Soal itu tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 116/PMK.010/2017.
Mengacu PMK tersebut, jenis sembako yang tidak dikenai PPN di antaranya adalah sebagai berikut:
a. beras dan gabah;
b. jagung;
c. sagu;
d. kedelai;
e. garam konsumsi;
f. daging;
g. telur;
h. susu;
i. buah-buahan;
j. sayur-sayuran;
k. ubi-ubian;
l. bumbu-bumbuan; dan
m. gula konsumsi
Sementara untuk hasil pertambangan dan pengeboran dimaksud di dalam revisi draf RUU KUP tersebut adalah emas, batu bara, minyak, gas bumi, dan hasil mineral lainnya.
Selain merencanakan penerapan tarif pajak terhadap sembako dan beberapa hasil pertambangan serta pengeboran, pemerintah juga turut mengubah besaran tarif PPN melalui RUU KUP tersebut.
Dalam Pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa tarif PPN adalah 12 persen dari yang sebelummya 10 persen.