Ilustrasi beban utang (IDN Times/Arief Rahmat)
Ia menjelaskan bahwa utang rafaksi menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bukan institusinya.
“Yang membayar BPDPKS kalau Kemendag enggak ada anggaran APBN untuk bayar utang. BPDPKS mau bayar tapi Permendag-nya sudah enggak ada, maka perlu payung hukum. Itu yang diminta Sekjen ke Kejagung,"pungkasnya.
Menurutnya BPDPKS baru akan membayar (selisih) apabila ada aturannya, sehingga dibutuhkan payung hukum yang jelas agar selisih dapat dibayarkan. Sementara itu, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 3/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS telah dihapus.
"Kan BPDPKS yang janji mau bayar, dia mau bayar kalau ada aturannya. Kalau enggak kan dia yang masuk penjara. Sehingga BPDPKS mau membayar jika ada aturannya, tetapi aturannya Permendag sudah tidak ada," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim mengatakan pihaknya telah menghubungi Sekretariat Aprindo untuk menjadwalkan pertemuan tersebut. Namun rencana tersebut masih tentatif, karena ketua Aprindo, Roy Mandey masih berada di luar negeri.
"Pertemuan dengan Aprindo kalau jadi besok (hari ini). Sudah kami hubungi by lisan, by phone,"ucapnya saat ditemui di Kemendag, Ranu (5/4/2023).