Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat pidato pada Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023: Imaging a Net Zero ASEAN. (IDN Times/Trio Hamdani))

Bali, IDN Times - Negara-negara di kawasan ASEAN masih amat bergantung terhadap penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) masih sangat minim.

Di ASEAN, bahan bakar fosil menyumbang lebih dari 75 persen bauran energi pada tahun 2019. Sedangkan energi terbarukan hanya menyumbang 14 persen.

Kemudian, proporsi penggunaan batu bara di ASEAN pada tahun 2022 hampir 32 persen dari total pembangkit listrik di negara-negara kawasan. Di Indonesia, angkanya lebih tinggi lagi.

"Negara-negara ASEAN sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk pembangunan ekonomi dan industri," katanya saat pidato pada Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023: Imaging a Net Zero ASEAN di Bali International Convention Centre, Kamis (30/3/2023).

1. Dibutuhkan pendanaan Rp405 triliun

ilustrasi uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, ASEAN berupaya meningkatkan kontribusi energi terbarukan menjadi 23 persen pada tahun 2025. Indonesia juga memiliki ambisi yang sama.

"Untuk mencapai 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi, kawasan ini perlu menginvestasikan 27 miliar dolar AS untuk energi terbarukan setiap tahunnya," sebut Sri Mulyani.

Angka tersebut, setara Rp405 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS.

Namun, dari tahun 2016 hingga 2021, dana yang berhasil ditarik hanya 8 miliar dolar AS per tahun untuk energi terbarukan. Artinya tak sampai 1/3 dari apa yang dibutuhkan.

2. Transisi energi di ASEAN menghadapi tantangan

Editorial Team

Tonton lebih seru di