Ilustrasi Investasi Syariah vs Konvensional. (IDN Times/Aditya Pratama)
Sukuk ijarah sering dibandingkan dengan obligasi konvensional karena keduanya sama-sama menjadi pilihan investasi bagi individu maupun institusi. Namun, ada beberapa perbedaan mendasar antara kedua instrumen ini.
Sukuk ijarah berbasis kepemilikan manfaat aset dan tidak mengandung unsur bunga, sementara obligasi konvensional berbasis utang dengan pembayaran bunga tetap. Hal ini membuat sukuk ijarah lebih menarik bagi investor yang mencari investasi sesuai dengan prinsip syariah.
Selain itu, sukuk ijarah menawarkan transparansi yang lebih tinggi karena didasarkan pada aset nyata yang memiliki manfaat ekonomi, sehingga risiko default dapat lebih terkendali dibandingkan obligasi konvensional yang hanya bergantung pada kemampuan penerbit dalam membayar utang.
Di sisi lain, obligasi konvensional memiliki tingkat likuiditas yang lebih tinggi dibandingkan sukuk ijarah, karena pasar obligasi telah berkembang lebih lama dan memiliki lebih banyak investor.
Perdagangan obligasi yang lebih aktif membuat investor lebih mudah membeli atau menjual instrumen ini kapan saja di pasar sekunder. Namun, pertumbuhan pasar sukuk terus meningkat dengan adanya dukungan pemerintah dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap investasi berbasis syariah.
Pemerintah dan regulator juga terus mendorong pengembangan pasar sukuk melalui kebijakan insentif dan perluasan instrumen investasi syariah, sehingga ke depannya sukuk ijarah memiliki potensi untuk semakin kompetitif dibandingkan obligasi konvensional.
Sukuk ijarah adalah instrumen keuangan syariah yang makin populer di kalangan investor Indonesia, terutama mereka yang mau berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, memahami keunggulan dan risikonya menjadi langkah penting sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam sukuk ijarah.
Dengan perkembangan ekonomi syariah yang semakin pesat, sukuk ijarah diprediksi akan terus berkembang dan menjadi instrumen yang semakin diminati di masa depan.