Ilustrasi listrik (IDN Times/Arief Rahmat)
Demi menjaga daya beli masyarakat dan saing sektor bisnis serta industri, sejak 2017 hingga kuartal II-2022, pemerintah tidak melakukan penyesuaian tarif. Padahal terdapat perubahan kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi dan harga batubara dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam APBN tahun berjalan.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 jo Nomor 03 Tahun 2020, penyesuaian tarif ditetapkan setiap tiga bulan dengan mengacu kepada perubahan empat asumsi makro yaitu kurs, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan Harga Patokan Batubara (HPB).
Perkembangan besaran empat indikator asumsi makro menunjukkan kecenderungan meningkat. Realisasi indikator ekonomi makro rata-rata tiga bulan, yakni Februari hingga April 2022 yang digunakan dalam penerapan tariff adjustment kuartal III-2022 yaitu kurs Rp14.356/USD (asumsi semula Rp14.350/USD), ICP USD104/Barrel (asumsi semula USD63/Barrel), Inflasi 0,53% (asumsi semula 0,25%), HPB Rp837/kg sama dengan asumsi semula (diterapkan capping harga, realisasi rata-rata HBA lebih dari US$70/ton.
"Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik sebesar 33 persen didominasi oleh biaya bahan bakar, terbesar kedua setelah biaya pembelian tenaga listrik dari swasta sekitar 36 persen. Sehingga, perubahan empat indikator asumsi makro ekonomi tersebut sangat berpengaruh terhadap Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik. Pada akhirnya, hal tersebut juga berdampak pada perhitungan penyesuaian tarif," jelas Rida.