Ilustrasi kenaikan harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)
Rida mengatakan ada empat indikator yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan penyesuaian tarif, yakni kurs, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan harga patokan batubara (HPB).
"Di antara empat asumsi ekonomi makro ini, yang paling banyak berpengaruh adalah ICP, di mana harga ICP memang sedikit banyak dipengaruhi kondisi global, termasuk kondisi krisis di Ukraina," tuturnya.
Realisasi indikator ICP rata-rata 3 bulan atau sepanjang Februari-April 2022 sebesar US$104 per barel disebut sudah jauh di atas asumsi semula dalam APBN 2022 yang sebesar US$63 per barel.
Selain itu, realisasi rata-rata kurs sebesar Rp14.356 per dolar AS juga lebih tinggi dari asumsi semula yang sebesar Rp14.350 dolar AS. Kemudian, realisasi inflasi sebesar 0,53 persen dari asumsi semula sebesar 0,25 persen.
Sementara pada harga patokan batubara tercatat mencapai Rp837 per kilogram atau sama dengan asumsi semula karena telah diterapkan capping harga, realisasi rata-rata harga batu bara acuan (HBA) di bawah US$70 per ton.
"Sehingga kemudian kami perlu penyesuaian dalam rangka burden sharing dan mengoreksi bantuan pemerintah untuk lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Maka diputuskan untuk disesuaikan tarifnya pada pelanggan rumah tangga golongan R2 dan R3, serta golongan pemerintah," papar Rida.