Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengusulkan pengenaan PPN terhadap jasa pendidikan atau sekolah dalam draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Usulan itu menulai kritik, karena dinilai memberikan dampak negatif terhadap pendidikan di Indonesia.
Bahkan, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI) Ramli Rahim mengatakan pengenaan PPN itu berpotensi menaikkan jumlah pelajar yang putus sekolah.
"Angka putus sekolah kita cukup tinggi, buat apa dipajaki? Syukur-syukur masyarakat mau berpartisipasi membantu pemerintah yang belum mampu menyediakan seluruh fasilitas pendidikan kan?" kata Ramli kepada IDN Times.
Ramli mengatakan banyak sekolah yang didirikan oleh yayasan dengan tujuan kemanusiaan, alias nonkomersial. Oleh sebab itu, menurutnya tak wajar jika dikenakan pajak.
"Jadi ini pemerintah seolah-olah bahwa pendidikan itu sudah jadi bisnis. Padahal keterlibatan masyarakat itu sebenarnya dalam rangka mendukung pemerintah. Bayangkan yayasan-yayasan yang hidup segan mati tak mau, tapi tanpa mereka juga tidak ada sekolah di tempat itu. Kemudian dipajaki pula sama pemerintah? Ya semakin repot saja kita," terang Ramli.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan pengenaan PPN terhadap jasa pendidikan ini tak berlaku untuk sekolah-sekolah non komersial, khususnya yang didirikan dengan tujuan kemanusiaan.