Ilustrasi pencari kerja (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
Selain itu, pemerintah juga harus fokus bukan saja meningkatkan akses ke pendidikan tapi dibarengi pula dengan peningkatan kualitasnya. Banyak terjadi perguruan tinggi mencetak banyak lulusan yang tidak dibarengi dengan kompetensi di pasar kerja.
Dengan begitu, pendidikan berkualitas akan mengurangi masalah link and match tersebut. Oleh karena itu, solusi utamanya memang tidak bisa hanya jangka pendek, namun jangka menengah dan jangka panjang.
Adapun solusi jangka pendek, lanjut Teguh, bisa ditempuh seperti melalui program kartu prakerja dari pemerintah. Program tersebut pun perlu penyempurnaan dan
dilanjutkan oleh pemerintah mendatang.
“Itu mungkin salah satu dari sebuah solusi yang bisa digunakan. Tetapi yang kita dorong juga bukan hanya ada situs dan pelatihan daring dan luring, tetapi setelah pelatihan ini nanti dia kerjanya seperti apa. Harus komprehensif tidak hanya berlatih atau dilatih saja. Tetapi setelah dilatih juga ada penyerapan dan penyerapannya seperti apa,” ungkapnya.
Berikutnya pemerintah perlu memberikan semacam insentif atau tax holiday bagi perusahaanperusahaan yang mampu menarik banyak tenaga kerja atau industri padat karya.
Artinya, insentif jangan hanya diberikan kepada yang berminat investasi saja. Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi terkait pemanfaatan kebijakan super tax deduction bagi dunia usaha dan industri untuk melakukan kerja sama pelatihan/training.
Dengan demikian, kata dia, generasi muda atau angkatan kerja dapat terserap maksimal dan berkontribusi terhadap ketahanan bangsa.
“Generasi muda jangan sampai mereka frustasi. Jangan menjadi beban ke depan sehingga bonus demografi itu hanya isu, hanya jargon atau kesempatan saja. Tapi harus diwujudkan jadi nyata untuk kemajuan bangsa,” imbuh Teguh.