Jakarta, IDN Times - Lembaga penelitian Tenggara Strategics menyoroti klausul baru dalam revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang disahkan pada 2024. Dalam pasal 17 ayat 2A, aturan tersebut mewajibkan transaksi elektronik yang berisiko tinggi menggunakan tanda tangan elektronik dilengkapi dengan sertifikat.
Peneliti Senior Tenggara Strategics, Galby Rifqi Samhudi, menilai ketentuan tersebut memperlihatkan upaya pemerintah untuk memperkuat mekanisme sertifikat elektronik dalam aktivitas transaksi digital. Namun, dia mengingatkan definisi risiko tinggi dalam beleid tersebut merujuk pada transaksi keuangan yang berlangsung tanpa tatap muka fisik. Untuk itu, definisinya perlu lebih diperjelas.
"Transaksi elektronik seperti apa yang akan dikenakan? Sertifikat elektronik, jadi yang dikenakan adalah transaksi elektronik yang memiliki risiko tinggi. Apa yang dimaksud dengan risiko tinggi?" katanya pada Kamis (25/9/2025).