Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi logo Intel (pexels.com/Clément Proust)
ilustrasi logo Intel (pexels.com/Clément Proust)

Intinya sih...

  • Rencana Trump membentuk dana kekayaan negara AS Investasi di Intel menjadi langkah awal menuju pembentukan sovereign wealth fund atau dana kekayaan negara.

  • Kerugian Intel tertutup lonjakan saham pascakesepakatan. Nilai saham Intel melonjak 28 persen sepanjang Agustus 2025.

  • Kesepakatan menuai kritik dari politisi dan ekonom. Langkah pemerintah membeli saham Intel mendapat tentangan dari sebagian politisi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memuji langkah pemerintah membeli 10 persen saham Intel Corporation pada Senin (25/8/2025). Ia menilai kesepakatan itu sebagai cara memperkuat perekonomian dan membuka lebih banyak lapangan kerja. Perusahaan chip tersebut dianggap krusial bagi strategi industri dalam negeri.

“Saya akan membuat kesepakatan seperti itu untuk Negara kita sepanjang hari,” tulis Trump melalui unggahan di Truth Social, dikutip dari CNBC.

Ia menilai kritik terhadap kesepakatan itu datang dari “orang-orang bodoh” yang tidak memahami manfaatnya bagi kekayaan dan pekerjaan di AS.

Dilansir dari CNA, kesepakatan ini sebenarnya diumumkan pada Jumat (22/8/2025). Pemerintah membeli 9,9 persen saham Intel senilai 8,9 miliar dolar AS (setara Rp144 triliun) dengan harga 20,47 dolar per lembar, lebih rendah dari penutupan 24,80 dolar hari itu. Pendanaan berasal dari 5,7 miliar dolar AS (setara Ro92,6 triliun) dana CHIPS and Science Act dan 3,2 miliar dolar AS (setara Rp52 triliun) dari program Secure Enclave untuk memperluas manufaktur chip domestik.

1. Rencana Trump membentuk dana kekayaan negara AS

Investasi di Intel menjadi langkah awal menuju pembentukan sovereign wealth fund atau dana kekayaan negara. Eks Direktur Dewan Ekonomi Nasional (NEC), Kevin Hassett, meyampaikan bahwa model ini lazim dipakai negara dengan sumber daya besar untuk mengelola investasi. Trump telah menandatangani perintah pada Februari 2025 untuk memulai rencana tersebut.

Hassett mencontohkan dana Norwegia yang mencapai 1,8 triliun dolar AS (setara Rp29 kuadriliun) sebagai model referensi. Ia juga mengingatkan bahwa AS pernah memegang saham di perusahaan seperti Fannie Mae dan Freddie Mac. Namun ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan ikut campur dalam pengelolaan harian Intel meskipun kini memiliki kepemilikan saham.

2. Kerugian Intel tertutup lonjakan saham pascakesepakatan

ilustrasi portofolio investasi (pexels.com/Artem Podrez)

Intel tengah menghadapi masalah keuangan setelah mencatat kerugian 2,9 miliar dolar AS (setara Rp47,1 triliun) pada kuartal II-2025. Perusahaan melaporkan kerugian sebesar 0,67 dolar per saham, dengan pendapatan stagnan di angka 12,9 miliar dolar AS (setara Rp209 triliun) dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, intervensi pemerintah memicu optimisme pasar.

Nilai saham Intel melonjak 28 persen sepanjang Agustus 2025. Lonjakan ini mencerminkan keyakinan investor bahwa Intel mampu bangkit dan memperkuat posisinya dalam industri chip nasional. Dorongan pemerintah dianggap memberi sinyal positif untuk masa depan produksi semikonduktor di AS.

CEO Intel, Lip-Bu Tan, menekankan fokus perusahaan pada riset dan inovasi.

“Sebagai satu-satunya perusahaan semikonduktor yang melakukan R&D logika terdepan dan manufaktur di AS, Intel sangat berkomitmen untuk memastikan teknologi paling canggih di dunia dibuat di Amerika,” ujarnya, dikutip dari Fox Business.

Pernyataan ini menegaskan ambisi Intel mempertahankan kepemimpinan teknologi di dalam negeri.

3. Kesepakatan menuai kritik dari politisi dan ekonom

ilustrasi demokrasi di Amerika Serikat (pexels.com/Mikhail Nilov)

Langkah pemerintah membeli saham Intel mendapat tentangan dari sebagian politisi. Anggota DPR, Thomas Massie, menyebut pembelian itu tidak sesuai dengan dasar hukum.

“Tidak ada dalam CHIPS Act yang mengizinkan pemerintah AS untuk membeli saham di Intel,” katanya.

Hassett kemudian meluruskan bahwa kesepakatan ini tidak menambah kendali pemerintah terhadap pasar. Menurutnya, CHIPS Act sendiri sudah menjadi bentuk intervensi lewat hibah, dan skema baru ini hanya mengubah hibah menjadi posisi saham. Ia menilai mekanisme tersebut justru lebih transparan dan berorientasi pada nilai jangka panjang.

Eks Direktur NEC, Larry Lindsey, menyampaikan pandangan serupa.

“Intervensi pemerintah dalam ekonomi pasar bebas terjadi ketika CHIPS Act disahkan. Ingat, itu adalah hibah. Dan apa yang dilakukan Presiden Trump adalah mengubah hibah itu menjadi posisi ekuitas,” ujarnya di acara Mornings With Maria.

Lindsey menambahkan bahwa kebijakan ini selaras dengan tarif dan strategi onshoring untuk membawa industri manufaktur kembali ke AS.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team