Menko Polhukam Mahfud MD (ANTARA/Moch Asim)
Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), ada aturan tentang badan usaha asing yang memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan divestasi hingga 51 persen kepada Indonesia setelah lima tahun berproduksi.
Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said, melakukan perundingan untuk proses pengubahan Kontrak Kerja menjadi IUPK. Staf khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2014-2016, Muhammad Said Didu mengungkapkan lika-liku dalam proses pengubahan kontrak tersebut. Sejumlah pihak termasuk, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sempat mempertanyakan dan cenderung tidak setuju dengan perpanjangan kontrak Freeport.
“Benar juga, mengapa harus dilakukan perpanjangan kontrak dengan Freeport? Banyak yang mendukung agar kontrak dengan Freeport diakhiri, tak perlu dinego-nego segala, langsung kita kuasai 100 persen. Luhut Binsar Panjaitan (LBP) juga berpendapat begitu, katanya Sudirman tak berkonsultasi dengan Presiden,” tulis Said Didu dalam kuliah Twitter (kultwit) yang berjudul #simalakama2 di akun @saididu
Said Didu mengatakan Mahfud awalnya berpendapat bahwa perundingan yang dilakukan Sudirman Said adalah permainan untuk mendapatkan sesuatu, "karena bisa diperoleh secara gratis setelah 2021. Alasan mereka menyebut bisa diperoleh secara gratis karena berpikir, bahwa setelah otomatis 2021 kembali ke Indonesia seperti migas dan kontrak tambang lain, kontraknya tidak perlu diperpanjang."
Said lantas mengatur sebuah pertemuan antara Sudirman dan Mahfud untuk memperjelas duduk persoalan. Dalam pertemuan itu, Mahfud MD mengaku terkejut dengan adanya undang-undang dan isi dokumen Kontrak Karya dengan Freeport yang tak secara hukum kuat dan tidak bisa diputus begitu saja.
"Akhirnya clear,” kata Said Didu.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Gatot Ariyano dalam pemaparannya mengatakan, ada 3 pasal yang menyebabkan Freeport tidak berakhir di 2021. Ketiga pasal itu adalah Pasal 169 UU NO 4 Tahun 2009, Pasal 31 KK Tahun 1991, dan Pasal 22 KK Tahun 1991.
Pasal 169 UU NO 4 Tahun 2009 mengatakan, Kontrak Karya (KK) yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini, tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak. Sementara itu Pasal 31 KK Tahun 1991 menyebut persetujuan ini akan mempunyai jangka waktu 30 tahun, dan perusahaan akan diberikan hak untuk memohon 2 kali perpanjangan masing-masing 10 tahun secara berturut-turut, dengan syarat disetujui pemerintah.
Apabila kontrak berakhir, semua kekayaan Kontrak Karya milik perusahaan yang bergerak maupun tidak bergerak, yang terdapat di dalam wilayah proyek dan pertambangan, harus ditawarkan untuk dijual kepada pemerintah dengan harga buku atau nilai pasar.
Ketiga adalah Pasal 22 KK Tahun 1991. Pemerintah mempunyai kesempatan selama 30 hari untuk membeli atau menerima. Namun apabila menolak penawaran itu, maka perusahan boleh menjual atau dengan cara lain menyingkirkan selama 12 bulan dari wilayah tersebut.
Dengan demikian, Kontrak Karya dengan Freeport tidak bisa diputus sembarangan. Di dalamnya dicantumkan pemberian keistimewaan kepada Freeport, sehingga memungkinkan mereka membawa kasus itu ke Arbitrase Internasional. Ada tiga hal yang tercantum dalam Kontrak Karya generasi II yang memuat keistimewaan itu.
Pertama pihak Freeport berhak meminta perpanjangan kontrak 2x10 tahun setelah kontrak habis. Kedua, pemerintah tidak bisa menghalangi tanpa alasan rasional. Ketiga, kontrak hanya tunduk pada undang-undang yang sudah berlaku saat kontrak ditandatangani.
"Posisi Kontrak Karya Freeport dengan pemerintah Indonesia tahun 1991 'setara' dengan Undang-Undang karena mendapatkan persetujuan dari DPR, menjadikan alternatif penyelesaian kontrak setelah 2021 menjadi terbatas, kecuali kita siap berperkara di Arbitrase,” ujar Said Didu.