Jakarta, IDN Times - Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno buka-bukaan mengenai perkembangan industri travel agent di Indonesia dari masa keemasan sebelum COVID-19 pada 2019 hingga dampak yang masih dirasakan saat ini.
Setelah mengalami penurunan pada awal pandemik, industri mulai membaik pada 2022-2023, namun pertumbuhan mulai melambat pada 2023-2024. Faktor-faktor seperti ketidakpastian politik, penundaan pembelian, dan perubahan tren pembelian oleh konsumen menjadi tantangan bagi industri.
Industri travel agent konvensional turut dihadapkan pada kompetisi dengan online travel agents (OTA). Di balik itu, Pauline meyakini travel agent konvensional tetap memiliki keunggulan dalam pelayanan personal, edukasi, dan kesempatan untuk menyediakan solusi perjalanan lengkap kepada pelanggan.
Di lain sisi, regulasi yang mendukung industri dan penindakan terhadap praktik travel agent ilegal yang beroperasi melalui media sosial, dianggap penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap travel agent yang resmi.
Pauline menyadari ada pandangan industri travel agent akan mengalami kemunduran alias menuju masa depan suram (madesu). Namun, dia optimis dengan kreativitas, inovasi, dan kesadaran akan kebutuhan pelanggan, industri akan tetap bertahan.
“Banyak yang bilang travel agent itu madesu ya, karena nantinya akan sama seperti wartel, dibumihanguskan segala macam. Tapi kalau menurut saya sendiri selama kita sebagai travel agent kita tetap kreatif, kita tetap bisa berinovasi dengan berbagai produk-produk yang tentunya market driven, pastinya industri travel agent ini akan tetap ada, akan tetap dibutuhkan,” katanya kepada IDN Times baru-baru ini.
IDN Times mendapatkan kesempatan wawancara khusus dengan Ketua Astindo, Pauline Suharno, untuk membahas masa depan industri travel agent di Indonesia. Berikut hasil wawancara lengkapnya!