Piter mengatakan pembangkangan terbesar BPA adalah ketika OJK mengeluarkan perintah tertulis (yang keempat) melalui surat No S-13/D.05/2020 tanggal 16 April
2020. Isi perintah tertulis tersebut adalah meminta AJBB untuk segera melaksanakan Sidang Luar Biasa BPA/RUA guna mengambil keputusan terkait kerugian yang dialami AJBB sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Anggaran Dasar AJBB.
“Pembangkangan BPA diwujudkan dalam bentuk gugatan judicial review terhadap UU No 40 tahun 2014 yang kemudian berdampak kepada PP No 87 tahun 2019 yang mengatur tentang badan usaha milik bersama. Permohonan judicial review tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus menggugurkan PP No 87 tahun 2019. Selanjutnya ketentuan tentang usaha perasuransian berbentuk usaha bersama harus diatur lebih lanjut dengan UU sendiri,” tutur Piter.
Piter mengatakan bahwa setelah keputusan MK terjadi kekosongan BPA di AJBB. Sesuai masa tugasnya kepengurusan Anggota BPA berakhir per 26 Desember 2020. Namun, tidak bisa segera berganti karena tidak adanya payung hukum tentang bagaimana pergantian BPA dilakukan.
Untuk mengatasi permasalahan kekosongan BPA itu, Piter mengatakan bahwa OJK memfasilitasi pertemuan antara manajemen AJBB dengan perwakilan beberapa perkumpulan pempol, asosiasi agen, dan SP NIBA, pada 16 Maret 2021. Dalam pertemuan tersebut disepakati antara lain direksi akan mengajukan penetapan Panitia Pemilihan BPA melalui Pengadilan. Keputusan pengadilan terkait panitia pemilihan BPA ini akan dibacakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 September 2021.
“OJK selaku regulator sudah berupaya melaksanakan tugasnya untuk menyelamatkan AJBB secara maksimal. Peran OJK memang hanya sebatas mengarahkan dan memfasilitasi. Sementara keberhasilan penyelesaian permasalahan di AJBB lebih ditentukan oleh BPA dan manajemen (Komisaris dan Direksi) AJBB, pemegang polis, dan pengusaha,” tutur Piter.