Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Investasi. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Investasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyoroti banyaknya influencer keuangan atau financial influencer (finfluencer) di media sosial.

  • Finfluencer adalah pembuat konten di media sosial yang berfokus pada topik-topik keuangan seperti menabung, investasi, perencanaan keuangan, hingga literasi finansial secara umum.

  • Finfluencer edukatif biasanya punya tujuan mendorong masyarakat biar lebih melek finansial.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Konten mengenai keuangan makin marak di media sosial, naik terkait edukasi maupun tujuan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menyoroti banyaknya influencer keuangan atau financial influencer (finfluencer) di media sosial.

Dikutip dari situs resmi OJK, Selasa (14/10/2025), finfluencer adalah pembuat konten di media sosial yang berfokus pada topik-topik keuangan seperti menabung, investasi, perencanaan keuangan, hingga literasi finansial secara umum.

Finfluencer edukatif biasanya punya tujuan mendorong masyarakat biar lebih melek finansial. Mereka membagikan informasi dengan penjelasan yang seimbang, termasuk menjelaskan risiko di balik peluang, dan mendorong Sobat untuk berpikir kritis sebelum mengambil keputusan.

Sebaliknya, ada finfluencer yang berorientasi pada engagement dan sponsor, yang membuat konten dengan gaya persuasif. Sayangnya, konten itu kerap kali minim penjelasan dan cenderung mendorong audiens untuk langsung membeli produk, bergabung ke grup eksklusif, atau mengikuti strategi tertentu tanpa memahami risikonya.

Agar tidak terjebak konten finfluencer di media sosial, sebaiknya periksa kredibilitas orang tersebut. Berikut caranya.

1. Membedakan finfluencer edukatif dengan persuasif

Ilustrasi Investasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pertama, perhatikanlah gaya penyampaian dan transparansi mereka. Finfluencer edukatif biasanya terbuka soal kerja sama sponsor atau afiliasi, bahkan menjelaskan batas tanggung jawabnya. Mereka juga akan menggunakan data, contoh nyata, dan istilah yang mudah dipahami tanpa melebih-lebihkan potensi keuntungan.

Sementara itu, finfluencer yang lebih komersial sering menjual mimpi, menjanjikan keuntungan tinggi tanpa risiko. Menggunakan kalimat persuasif seperti “rahasia cuan yang belum banyak orang tahu,” atau “cara cepat bebas finansial” hanya dengan mengikuti langkah mereka.

Frekuensi mereka dalam mendorong pengikut atau followers untuk klik tautan afiliasi, daftar produk tertentu, atau membeli kursus berbayar tanpa menjelaskan manfaat dan risikonya dengan jujur juga membedakan finfluencer edukatif dan komersial.

Finfluencer edukatif akan mengajak follower-nya untuk belajar dan memahami, bukan sekadar percaya.

2. Evaluasi sebelum ikuti saran finfluencer

Ilustrasi investasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Mengikuti saran finfluencer boleh saja. Asalkan kamu meluangkan waktu untuk evaluasi. Perhatikan apakah orang itu punya latar belakang pendidikan, pengalaman, atau sertifikasi di bidang keuangan? Jika dia sering membahas topik investasi, misalnya, apakah informasinya konsisten dengan prinsip dasar yang bisa diverifikasi?

Kamu juga bisa memastikan apakah mereka pernah terlibat dengan lembaga resmi atau punya rekam jejak yang dapat dipercaya. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 13 Tahun 2025, Pasal 109 mengatur bahwa Penyelenggara Perencana Keuangan (PPE) dan Penasihat Efek Digital (PED) yang bekerja sama dengan pegiat media sosial wajib memastikan bahwa pegiat tersebut memiliki izin sebagai penasihat investasi.

Jadi, tidak semua influencer atau kreator konten yang berbicara tentang investasi boleh memberikan saran investasi. Aturan itu dibuat untuk melindungi masyarakat dari potensi misinformasi atau rekomendasi yang tidak bertanggung jawab, serta memastikan bahwa setiap informasi keuangan yang disebarkan melalui media sosial berasal dari sumber yang berizin dan kompeten.

Belum selesai sampai di situ, kamu juga perlu menilai isi kontennya dengan objektif. Apakah penjelasannya logis dan bisa diterapkan, atau lebih banyak bermain di janji dan emosi?

Kamu juga perlu menilai apakah saran itu relevan dengan kondisi keuangan pribadi. Setiap orang punya situasi, tujuan, dan toleransi risiko yang berbeda: yang cocok buat orang lain belum tentu cocok buat kamu.

Jadi, kalau kamu menemukan ide yang menarik, jangan langsung diterapkan secara penuh. Coba dulu dalam skala kecil, atau gunakan simulasi agar bisa menilai efektivitasnya tanpa menanggung risiko besar.

Tak lupa juga melakukan verifikasi dengan membandingkan informasi dari finfluencer dengan sumber resmi seperti situs OJK, portal edukasi finansial terpercaya, atau pendapat perencana keuangan bersertifikat. OJK menekankan, finfluencer bisa jadi titik awal belajar, tapi bukan patokan akhir untuk ambil keputusan.

3. Jangan toleransi redflag

Ilustrasi investasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Ada beberapa tanda bahaya soal keuangan yang harus dihindari. Pertama, hindari finfluencer yang memberi janji keuntungan pasti atau keuntungan tanpa risiko.

Kedua, hindari finfluencer yang menawarkan produk keuangan atau promo terkait keuangan dengan tekanan waktu, misalnya “tinggal 10 slot lagi” atau “promo khusus hari ini saja.” Sebab, itu taktik umum buat bikin orang tergesa-gesa.

Ketiga, hati-hati jika finfluencer itu tidak transparan soal sponsor, afiliasi, atau fee yang mereka dapatkan dari setiap promosi produk. Hindari juga konten yang hanya berisi tangkapan layar hasil investasi atau testimoni tanpa penjelasan cara kerja dan risikonya.

Editorial Team